Paguyuban Musisi Malioboro Yogyakarta Diterima Audiensi oleh Komisi D DPRD DIY, Bahas Larangan Mengamen dan Penyitaan Alat Musik

Budaya40 views

 

Yogyakarta, 13 November 2025 — Paguyuban Musisi Malioboro Yogyakarta (PMMY) melakukan audiensi dengan Komisi D DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada Rabu (13/11), untuk menyampaikan aspirasi terkait larangan mengamen keliling di kawasan Malioboro serta penyitaan alat musik milik para pengamen.

Audiensi diterima langsung oleh Wakil Ketua Komisi D DPRD DIY, Bapak Anton Prabu Semendawai, S.H., M.Kn., Hadir dalam kesempatan tersebut Agus Kopakafia selaku Ketua PMMY, Boyni Kristianto selaku Sekretaris PMMY, serta sejumlah anggota paguyuban. PMMY juga didampingi oleh LBH Rajawali Mas, yakni Abdul Rahman, S.H. dan Rahman dari bidang advokasi.

Dalam audiensi itu, PMMY menyampaikan keberatan atas kebijakan larangan mengamen keliling di kawasan Malioboro dan penyitaan alat musik (gitar) oleh aparat. Mereka juga menyayangkan pernyataan Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Ibu Yeti, yang disebut mengatakan bahwa “alat mengamen itu sampah semua.”

Turut hadir dalam forum tersebut perwakilan Dinas Kebudayaan DIY (Disbud DIY), yaitu Bapak Indro, yang menyampaikan bahwa dalam proses penataan pengamen harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan aspek sosial budaya.

Perwakilan dari Satpol PP DIY menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada perda khusus yang mengatur larangan pengamen, melainkan hanya ada perda tentang penataan gelandangan dan pengemis.

Sementara itu, UPT Kawasan Cagar Budaya, diwakili oleh Ibu Anggi dan didampingi Satpol PP Kota Yogyakarta, menjelaskan bahwa larangan mengamen keliling di Malioboro merupakan perintah lisan dari Wali Kota Yogyakarta yang mulai diberlakukan sejak 7 Oktober 2025. Ia juga menyebutkan bahwa pihaknya telah melakukan pendataan terhadap 116 pengamen “by name” dan menyediakan tujuh titik lokasi resmi mengamen, yaitu lima titik di kawasan Malioboro dan dua titik di Jalan Mangkubumi.

Menanggapi hal tersebut, Anton Prabu Semendawai menilai bahwa pengamen di Malioboro seharusnya dibina dan diberi wadah yang layak, bukan dilarang sepihak.Bahwa akan diadakan rapat kordinasi gabungan dengan dinas – dunas yang terkait dan Paguyuban Musisi Malioboro Yogyakarta,agar masalah ini,segera selesai ada jalan terbaiknya,mendekati keadilan,tutur Bpk Anton Prabu,panggilan akrabnya.

> “Tidak pantas seorang pejabat menyebut alat musik pengamen sebagai sampah. Di negara maju pun pengamen tetap ada dan menjadi bagian dari budaya jalanan. Larangan secara lisan ini juga tidak memiliki dasar hukum. Kami meminta agar alat musik yang disita segera dikembalikan,” tegas Anton Prabu.

Sementara itu, Krisna Triwanto, S.H., Ketua Yayasan YPK Rajawali Mas, yang turut mendampingi PMMY, menyampaikan bahwa para pengamen sebelumnya sudah bersilaturahmi dengan Wali Kota Yogyakarta. Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa pengamen masih diperbolehkan mengamen keliling, dengan catatan ikut menjaga ketertiban, kenyamanan, dan keamanan kawasan Malioboro.

> “Pak Wali bahkan berencana membuat payung hukum dalam bentuk peraturan wali kota (Perwal) untuk melindungi para pengamen, serta menyiapkan anggaran melalui Perda Istimewa (Perdais) guna mendukung tambahan penghasilan mereka. Kalau dibina dengan baik, pengamen justru bisa menjadi daya tarik wisata Malioboro,” ujar Krisna.

Krisna juga menyoroti proses pendataan pengamen yang dilakukan oleh pihak UPT Cagar Budaya,dan Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, karena dinilai tidak terbuka dan tanpa sosialisasi.

Hal senada disampaikan Sudarmanto, koordinator lapangan PMMY. Ia mempertanyakan keabsahan data yang menyebut adanya 116 pengamen, karena menurutnya selama periode 2020–2025 jumlah pengamen yang aktif di kawasan Malioboro hanya sekitar 55 orang, termasuk rombongan Girli dan para pengamen tunanetra.

> “Kami heran, dari mana data 116 itu muncul. Karena jumlah kami tidak sebanyak itu,” ungkapnya.

Audiensi ini diharapkan menjadi langkah awal untuk menemukan solusi yang adil dan manusiawi bagi para musisi jalanan Malioboro, agar tetap bisa berkarya tanpa kehilangan ruang hidup di jantung wisata Yogyakarta tersebut.

repoter : nt

News Feed