[ Teks Gambar :Tampak Poto bersama, David Darmawan (paling kiri)bersama para peserta pertemuan penting,Ist ]
Jakarta, KESBANG NEWS— Direktur Eksekutif AI for Good Indonesia, David Darmawan, menegaskan bahwa rangkaian bencana ekologis yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah memenuhi seluruh kriteria hukum, moral, dan kemanusiaan untuk segera ditetapkan sebagai bencana nasional. Penetapan ini juga akan membuka akses resmi bagi bantuan internasional yang terukur, terkoordinasi, dan akuntabel.
Pernyataan tersebut disampaikan David Darmawan berdasarkan kajian komprehensif atas data nasional dan internasional mengenai kondisi ekologis Sumatera dalam periode 2015–2025. Kajian itu menunjukkan lonjakan ekstrem bencana hidrometeorologi hingga 147 persen dan dampak kemanusiaan yang berskala massif.
“Ini bukan lagi bencana lokal, bukan musibah musiman. Ini adalah krisis ekologis sistemik berskala nasional. Negara tidak boleh ragu mengambil langkah konstitusional,” tegas David Darmawan yang juga merupakan Ketua Umum Betawi B@nkit, Selasa(10/12).
Korban Jiwa, Kerugian, dan Kapasitas Daerah Telah Terlampaui
Data terverifikasi menunjukkan:
• 577 kejadian bencana besar terjadi di tiga provinsi.
• 2.811 jiwa meninggal dunia.
• Kerugian ekonomi mencapai Rp 86,3 triliun.
• 2,74 juta warga terpaksa mengungsi.
Di sisi lain, kapasitas fiskal daerah telah runtuh secara struktural:
• Aceh menanggung beban pemulihan 156% APBD.
• Sumatera Utara 143% APBD.
• Sumatera Barat 175% APBD.
“Ini secara eksplisit memenuhi syarat Pasal 7 UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, bahwa kapasitas daerah telah terlampaui dan cakupan bencana lintas provinsi terpenuhi,” ujar David.
Krisis Ekologi Mengancam Masa Depan Generasi Sumatera
Kerusakan ekologis telah mencapai tingkat kritis:
• 142.000 hektare Kawasan Ekosistem Leuser hilang.
• Habitat Orangutan Tapanuli terancam punah, tersisa ±800 individu.
• Sedimentasi Sungai Tamiang menurunkan kapasitas tampung hingga 60%.
• Pencemaran merkuri dari PETI di DAS Batanghari mencapai 1.250 ton per tahun.
“Ini bukan sekadar bencana alam. Ini adalah bencana ekologis akibat kerusakan yang terakumulasi selama bertahun-tahun. Negara wajib hadir secara penuh,” tegasnya.
Bantuan Asing Sah dan Dijamin Konstitusi
David menegaskan bahwa penerimaan bantuan asing tidak melanggar kedaulatan negara, bahkan dijamin oleh:
• UU 24/2007 Pasal 35
• PP No. 23 Tahun 2008
Preseden nasional:
• Tsunami Aceh 2004
• Gempa Lombok 2018
• Banjir Jakarta 2020
“Bantuan asing adalah instrumen kemanusiaan, bukan intervensi politik. Selama negara mengendalikan mekanismenya, maka itu sah dan konstitusional,” tegas David.
Imperatif Kemanusiaan: Negara Tidak Boleh Menunda
Struktur korban menunjukkan urgensi tinggi:
• 35% pengungsi adalah anak-anak.
• 42% perempuan.
• 8% penyandang disabilitas.
Bahkan kelompok tahanan dan warga binaan tetap memiliki hak hidup yang tidak boleh dikurangi dalam kondisi apa pun.
“Hak hidup tidak mengenal status sosial, hukum, atau politik. Ini amanat konstitusi, amanat Pancasila, dan amanat kemanusiaan,” tegas David.
Rekomendasi Strategis kepada Presiden Republik Indonesia
David Darmawan, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Betawi B@nkit dan Direktur Eksekutif AI for Good Indonesia, secara resmi merekomendasikan kepada Presiden RI untuk:
1. Menetapkan status bencana nasional krisis ekologis Sumatera dalam waktu maksimal 7 hari.
2. Mengaktifkan jalur bantuan asing melalui PBB dan kerja sama bilateral.
3. Membentuk Komando Terpadu Penanganan Darurat Sumatera dengan kewenangan khusus.
4. Mengalokasikan Rp 15 triliun dana APBN sebagai dukungan tanggap darurat.
5. Memobilisasi penuh TNI/Polri untuk evakuasi, distribusi logistik, dan pengamanan wilayah terdampak.
“Setiap hari penundaan adalah potensi kehilangan nyawa. Negara tidak boleh kalah oleh prosedur ketika rakyat sedang berhadapan dengan maut,” ujarnya.
Penutup: Ujian Sejarah bagi Kepemimpinan Nasional
Menutup pernyataannya, David mengingatkan bahwa sejarah akan mencatat setiap langkah pemimpin dalam menghadapi bencana besar.
“Krisis ekologis Sumatera adalah panggilan sejarah. Negara harus hadir bukan sebagai penonton, tetapi sebagai penyelamat kehidupan jutaan rakyatnya,” pungkasnya.(Bar.S)
Editor : Endy.S










