Foto: AMPSI aksi unjuk rasa di depan Gedung Kementerian Agama RI, Jakarta
Jakarta, KESBANG NEWS — Gelombang desakan publik terhadap penegakan hukum di tubuh Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) semakin menguat.
Kali ini, Aliansi Mahasiswa Peduli Sosial dan Demokrasi (AMPSI) turun ke jalan menuntut langkah tegas atas berbagai dugaan praktik gratifikasi, penyalahgunaan wewenang, dan jual beli jabatan yang mencoreng nama baik kementerian tersebut.
Menurut AMPSI, berbagai indikasi korupsi yang mencuat ke permukaan telah menimbulkan keresahan luas di kalangan masyarakat. Lembaga yang seharusnya menjadi contoh moral dan spiritual bagi bangsa, justru dinilai terseret dalam praktik tidak terpuji yang bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran dan keadilan.
Hal ini disebut sebagai bentuk kemunduran moral birokrasi yang tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
Dalam pernyataannya, AMPSI menyoroti dugaan gratifikasi yang menyeret nama pejabat tinggi Kemenag dalam sejumlah kegiatan di Jawa Timur.
Dana yang semestinya digunakan untuk kepentingan pelayanan publik diduga dialihkan melalui pungutan kepada para kepala kantor wilayah dan kabupaten/kota.
Selain itu, AMPSI juga menyoroti adanya dugaan mark up anggaran kegiatan Hari Amal Bakti (HAB) di JCC Jakarta yang nilainya mencapai Rp23 miliar, serta praktik jual beli jabatan di lingkungan Biro SDM Kemenag yang dikabarkan melibatkan sejumlah pejabat dan perantara dengan nilai mencapai miliaran rupiah.
AMPSI menegaskan, seluruh dugaan tersebut menunjukkan adanya pola sistemik penyalahgunaan kewenangan di tubuh Kemenag.
Oleh sebab itu, pihaknya mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Republik Indonesia untuk turun tangan secara serius dan memeriksa semua pihak yang terlibat, termasuk unsur internal seperti Inspektorat Jenderal Kemenag RI maupun pihak eksternal yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan.
Lebih lanjut, AMPSI mengingatkan bahwa praktik gratifikasi merupakan tindak pidana berat sebagaimana diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Setiap pejabat yang terbukti menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dapat dijatuhi hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal dua puluh tahun, serta denda hingga satu miliar rupiah.
Selain itu, praktik jual beli jabatan jelas melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang menegaskan bahwa rekrutmen dan promosi jabatan harus dilakukan berdasarkan merit system bukan melalui transaksi uang atau kedekatan pribadi.
Melalui aksi jilid kelimanya, AMPSI menegaskan komitmen untuk terus mengawal jalannya penegakan hukum secara objektif dan transparan.
Korupsi di lingkungan Kementerian Agama, menurut mereka, bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah yang memiliki peran moral dalam pembinaan kehidupan beragama.
AMPSI menyerukan agar aparat penegak hukum tidak tebang pilih, serta memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam dugaan skandal ini diperiksa dan diproses hukum secara adil.
“Membersihkan lembaga keagamaan dari praktik korupsi bukan hanya soal hukum, tetapi juga tentang menyelamatkan martabat bangsa,” tegas perwakilan AMPSI dalam orasinya.(*)
Editor Redaksi Media : Bar.S/Endi.S








