*JAKARTA* – Anggota DPR RI sekaligus Ketua MPR RI ke-15 dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, bersyukur atas dianugerahkannya gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2 Soeharto oleh Presiden Prabowo Subianto bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan di Istana Negara Jakarta, setelah perjuangan panjang tiga kali diusulkan. Sebuah keputusan bersejarah yang menyambung kembali mata rantai yang pernah terputus.
Bamsoet menilai penghargaan ini menjadi simbol rekonsiliasi dan penghormatan terhadap jasa besar seorang pemimpin yang telah meletakkan fondasi pembangunan bangsa. Langkah bijak yang menunjukkan bahwa persatuan dan penghargaan atas sejarah jauh lebih penting daripada perbedaan masa lalu.
“Gelar pahlawan nasional bagi mantan Presiden Soeharto adalah bentuk pengakuan sejarah atas kontribusi luar biasa beliau terhadap bangsa dan negara. Beliau bukan saja pemimpin politik, tapi juga arsitek pembangunan nasional yang berhasil menegakkan fondasi ekonomi, stabilitas, dan kemandirian bangsa,” ujar Bamsoet usai berdoa bersama secara sederhana dan terbatas di Jakarta, Senin malam (10/11/25).
Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 ini menegaskan, keputusan Presiden Prabowo menunjukkan sikap kenegarawanan dalam melihat sejarah secara utuh, objektif serta berorientasi pada rekonsiliasi nasional. Penilaian terhadap masa lalu harus ditempatkan dalam konteks zaman dan tantangan yang dihadapi bangsa.
“Ini bukan soal politik, tapi soal keadilan sejarah. Presiden Prabowo menunjukkan sikap kenegarawanan dengan menghargai jasa tokoh bangsa tanpa terjebak pada kontroversi masa lalu. Ini momentum rekonsiliasi sejarah yang sangat penting bagi bangsa kita,” kata Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (UNPAD) dan Wakil Ketua Umum/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini memaparkan, sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah perwira militer yang berperan penting dalam sejarah perjuangan bangsa. Mulai dari Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta yang memperkuat posisi Indonesia di mata dunia, hingga Operasi Trikora 1962 dalam merebut kembali Irian Barat ke pangkuan Republik.
Sebagai presiden yang memimpin Indonesia selama 32 tahun (1967–1998), Soeharto menggagas berbagai program pembangunan jangka panjang seperti REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) yang menjadi arah pembangunan nasional selama tiga dekade. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia mencapai swasembada pangan pada 1984 dan memperoleh pengakuan dari Food and Agriculture Organization (FAO) sebagai salah satu negara yang berhasil menekan angka kelaparan secara signifikan.
“Pak Harto bukan hanya membangun gedung dan jalan, tetapi membangun sistem. Beliau menata birokrasi, memperkuat kemandirian pangan, menggerakkan koperasi dan industri rakyat. Kalau hari ini kita menikmati infrastruktur dasar dan jaringan ekonomi yang tersebar, sebagian akarnya tumbuh dari kebijakan Orde Baru,” jelas Bamsoet.
Dosen tetap pascasarjana Universitas Pertahanan (Unhan), Universitas Jayabaya, dan Universitas Borobudur ini juga menyoroti keberhasilan Soeharto dalam membangun sistem pertahanan dan kemandirian nasional. Melalui Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) dan program seperti ABRI Masuk Desa (AMD), Soeharto mendorong keterlibatan militer dalam membangun masyarakat tanpa menghilangkan semangat pengabdian.
“Beliau memahami pentingnya keamanan sebagai syarat utama pembangunan. Karena itu, stabilitas nasional di masa pemerintahannya menjadi modal besar bagi kemajuan bangsa,” kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Politik, Pertahanan & Keamanan KADIN Indonesia dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini berharap penganugerahan gelar pahlawan nasional dapat memperkuat semangat persatuan dan ke-Indonesiaan. Generasi muda juga perlu mempelajari kembali warisan pembangunan Orde Baru secara objektif. Banyak nilai positif yang bisa dijadikan pelajaran selama Orde Baru, seperti kedisiplinan, etos kerja, dan keberanian dalam mengambil keputusan strategis untuk kepentingan nasional.
“Menghormati tokoh seperti mantan Presiden Soeharto bukan berarti memuja masa lalu, tetapi belajar dari keberhasilan dan kesalahan untuk membangun masa depan. Gelar pahlawan nasional ini merupakan pengingat bahwa pembangunan adalah perjuangan panjang, dan setiap generasi punya tanggung jawab untuk melanjutkannya,” pungkas Bamsoet. (*)









