Bambang Soesatyo
Anggota DPR RI/Ketua MPR RI
ke-15 Ketua DPR RI ke-20 Ketua Komisi III DPR RI ke-7/Dosen Tetap Pascasarjana (S3) Imu Hukum Universitas Borobudur, Universitas
Jayabaya dan Universitas
Pertahanan (Unhan)
KETIKA dinamika dunia sarat dengan konflik dewasa ini, Presiden Prabowo Subianto mengingatkan kembali urgensi bela negara. Panggilan kepada semua putra-putri bangsa untuk bela negara menjadi ajakan untuk selalu peduli dan merawat eksistensi kedaulatan negara-bangsa Indonesia. Kedaulatan negara-bangsa menjadi pondasi utama untuk mengaktualisasi pembangunan nasional yang berkelanjutan demi terwujudnya kesejahteraan rakyat.
Ketika zaman dan peradaban dunia terus berubah, panggilan dan semangat bela negara perlu diaktualisasi secara berkesinambungan. Bangga sebagai warga negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat – dengan Pancasila sebagai dasar negara yang mempersatukan – patut menjadi perasaan yang selalu melekat di sanubari setiap anak bangsa. Rasa ini perlu terus ditumbuhkan karena teknologi yang terus berkembang menjadikan fungsi batas-batas negara semakin menipis.
Ideologi apa pun dengan mudahnya memasuki ruang kehidupan setiap orang, termasuk anak dan remaja. Sudah terbukti bahwa ideologi yang menentang kebhinekaan Indonesia sering menimbulkan masalah dalam kehidupan bersama. Maka, semangat bela negara Indonesia menjadi tema yang selalu relevan untuk digaungkan guna menanggapi perubahan zaman dan peradaban itu.
Hari-hari ini, layak untuk mendeskripsikan bahwa dunia sedang tidak baik-baik saja. Sebagaimana sudah menjadi pengetahuan bersama, ketidaktentuan dunia dewasa ini tak hanya ditandai dengan konflik antar-negara dan perang yang tak berkesudahan, tetapi juga telah melebar pada aspek perekonomian global yang tampak kacau. Komunitas internasional yang sudah tertatih-tatih belum juga mampu menghadirkan dan menawarkan rumusan baru untuk mewujudkan tatanan dunia yang baik dan kondusif.
Hari-hari ini, berbagai pendekatan yang ditempuh semua lembaga multilateral belum mampu mengakhiri perang antara Israel dengan Palestina. Negara-negara maju di benua Eropa sekali pun juga belum mampu membawa pemimpin Rusia dan Ukraina ke meja perundingan damai untuk mengakhiri perang antara kedua negara itu. Sementara itu, dinamika geopolitik Asia-Pasifik juga sudah lama menyimpan ketegangan yang sangat sensitif, ditandai dengan sengketa berkepanjangan di Laut China Selatan dan eskalasi ketegangan di Selat Taiwan yang juga tak berkesudahan.
Kawasan Asia Tenggara yang selama setengah abad demikian stabil dan kondusif setelah berakhirnya perang Vietnam pada April 1975, tiba-tiba diguncang oleh konflik bersenjata Thailand versus Kamboja pada Juli 2025 karena sengketa perbatasan. Setelah Thailand dan Kamboja mencapai kesepakatan gencatan senjata, persoalan Ambalat di Laut Sulawesi yang melibatkan kepentingan Indonesia dan Malaysia pun mengemuka di ruang publik dan menjadi perbincangan sejumlah elemen masyarakat di kedua negara.
Mengacu pada dinamika geopolitik kawasan seperti itu, semangat bela negara yang dikemukakan Presiden Prabowo menjadi jelas urgensi dan relevansinya. Pesan bertema bela negara itu disampaikan Presiden saat memimpin upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Lapangan Suparlan, Pusat Pendidikan dan Latihan Khusus (Pusdiklatpassus) TNI Angkatan Darat, Batujajar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, belum lama ini.
Dalam amanatnya, Presiden mengingatkan komunitas prajurit muda TNI untuk tidak melupakan sejarah perjuangan bangsa dalam meraih kemerdekaan. Sejarah itu menjadi alasan bagi Indonesia terus membangun TNI yang kuat. Presiden bangga melihat semangat dan disiplin para prajurit yang siap mengabdi dan berkorban demi bela negara. “Menjadi prajurit adalah suatu kehormatan, dan juga suatu panggilan dan kesiapan untuk berkorban. Saya bangga melihat saudara-saudara, saya bangga melihat kerelaan saudara untuk berkorban,” ujar Presiden.
Kepala Negara menegaskan, tidak ada bangsa yang bisa merdeka tanpa kekuatan militer yang tangguh. Meski Indonesia cinta damai, pengalaman pahit masa lalu menjadi pelajaran penting untuk membangun kekuatan bela negara agar kedaulatan dan kekayaan negara tetap terjaga. Dengan strategi pertahanan rakyat semesta, setiap warga negara dipanggil untuk menjaga kedaulatan setiap jengkal wilayah NKRI hingga titik darah penghabisan. ‘’Daripada dijajah kembali, lebih baik kita mati,’’ demikian pernyataan Presiden Prabowo.
Selain sejarah penjajahan, contoh pengalaman pahit lainnya adalah munculnya gangguan terhadap kedaulatan bangsa setiap kali Indonesia bertekad bangkit untuk mensejahterakan rakyat. “Kekayaan kita dirampok, kita diadu domba di antara kita. Karena itu, saya Presiden Republik Indonesia yang telah disumpah untuk memegang teguh undang-undang. Saya akan menjalankan tugas ini dengan penuh rasa tanggung jawab,” katanya.
Pernyataan Presiden tentang “daripada dijajah kembali, lebih baik mati” patut digarisbawahi. Pernyataan ini merupakan pesan moral yang relevan di tengah derasnya arus globalisasi. Dalam era terkini, ancaman tidak hanya muncul dalam bentuk gangguan atau serangan militer, tetapi juga melalui teknologi, informasi, dan ekonomi. Karena itu, semangat juang mempertahankan kemerdekaan harus menjadi bagian dari pendidikan karakter setiap anak bangsa sejak dini.
Mengacu pada data Global Firepower Index 2025 tentang kekuatan militer, Indonesia dicatat menempati peringkat ke-13 dunia. Namun, peringkat itu tidak boleh membuat setiap anak bangsa lengah. Karena itu, konsep dan strategi pertahanan rakyat semesta menjadi sangat penting untuk selalu diaktualisasikan. Sejatinya, kekuatan militer formal diperkuat oleh kesiapsiagaan seluruh elemen warga negara.
Komitmen Presiden Prabowo mencerminkan strategi pertahanan nasional yang menyatu dalam kehidupan masyarakat. Program bela negara dan pertahanan teritorial TNI perlu diperluas hingga tingkat desa. Mempertahankan keutuhan dan kedaulatan NKRI merupakan tanggung jawab semua elemen bangsa. Sejarah sudah membuktikan bahwa TNI bersama rakyat yang bahu membahu mampu menjaga dan mempertahankan setiap jengkal wilayah negara.
Itulah bukti bahwa semua desa di pelosok tanah air menjadi lumbung lahirnya puluhan juta patriot pejuang bangsa. Menurut data BPS 2024, sekitar 43,7 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah pedesaan. Dalam konteks dan semangat pertahanan rakyat semesta, semua desa adalah benteng pertahanan negara. Maka, desa hendaknya tidak hanya menjadi lumbung pangan, tetapi juga menjadi lumbung patriotisme. Kalau warga di setiap desa patriotik, kedaulatan NKRI akan sulit sekali ditembus.