Beri Kuliah Program Doktor Ilmu Hukum, Bamsoet Ingatkan Perubahan KUHP dan KUHAP Harus Diikuti Perubahan Budaya Hukum*

Nasional17 views

l

*JAKARTA* – Anggota DPR RI sekaligus dosen tetap program studi doktor ilmu hukum Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan, Bambang Soesatyo, menuturkan disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi momentum besar reformasi sistem peradilan pidana nasional. KUHAP baru melengkapi keberadaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan berlaku penuh mulai bulan Januari 2026, dan menjadi dua pilar utama pembaruan hukum pidana Indonesia setelah lebih dari satu abad terkungkung dalam warisan produk hukum kolonial Belanda.

“Selama 110 tahun kita menggunakan Wetboek van Strafvordering dan Wetboek van Strafrecht peninggalan Belanda. Integrasi KUHP dan KUHAP yang baru menandai pergeseran paradigma besar dalam hukum pidana Indonesia, dari hukum retributif menuju keadilan yang lebih humanis, modern, dan berorientasi pada perlindungan hak warga negara. Dan Saya setuju, apa yang disampaikan Ketua Komisi III DPR Habiburokhman yang menegaskan bahwa sebagian informasi yang beredar terkait KUHAP baru ada yang tidak benar alias hoax,” ujar Bamsoet saat mengajar mata kuliah “Politik Hukum dan Kebijakan Publik”, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur di Kampus Universitas Borobudur Jakarta, Sabtu (22/11/25).

Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 ini memaparkan, KUHAP membawa perubahan signifikan dalam mekanisme penegakan hukum. Antara lain penguatan kontrol pengadilan dalam penahanan dan upaya paksa, perlindungan hak tersangka dan hak korban, serta penerapan teknologi digital dalam proses pembuktian dan persidangan. Integrasi sistem e-evidence, e-BAP, dan e-court diyakini membuka ruang transparansi yang lebih besar dan menekan potensi penyalahgunaan wewenang.

“Reformasi ini selaras dengan visi Presiden Prabowo yang menempatkan supremasi hukum sebagai fondasi pembangunan nasional. Presiden ingin menghadirkan penegakan hukum modern, terukur, dan akuntabel. KUHAP adalah instrumen kunci yang mengawal implementasi KUHP dalam praktik,” kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua KADIN Indonesia ini menilai, paradigma baru pemidanaan melalui restorative justice pada KUHP merupakan langkah strategis dalam mengatasi krisis kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan. Data Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan hingga pertengahan tahun 2025, menunjukkan jumlah penghuni lapas mencapai lebih dari 270 ribu orang, dengan kapasitas ideal sekitar 135 ribu, sehingga tingkat kelebihan kapasitas berada pada angka lebih dari 200 persen. Fakta tersebut menggambarkan bahwa pendekatan pemidanaan lama mengalami stagnasi dan tidak mampu menyelesaikan permasalahan.

“Restorative justice menawarkan keadilan yang lebih manusiawi dan rasional. Pemulihan sosial jauh lebih bermanfaat daripada menambah penuh penjara. KUHP dan KUHAP memberikan arah bagi masa depan pemidanaan yang lebih beradab,” jelas Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran ini menegaskan pentingnya memastikan setiap pasal substansial dalam KUHP dapat dilaksanakan secara adil, efektif, dan berlandaskan hak asasi melalui mekanisme prosedural yang jelas. KUHAP harus menjadi penjaga agar tidak ada penyimpangan dan tidak ada warga negara yang kehilangan keadilan.

Selain itu, pelembagaan hukum baru membutuhkan kesiapan SDM dan transformasi kelembagaan. Integrasi sistem data penegakan hukum, pembangunan National Criminal Database, dan modernisasi infrastruktur digital harus menjadi prioritas penting dalam pemerintahan Presiden Prabowo.

“Undang-undang yang kuat membutuhkan aparat yang kuat dan sistem yang terintegrasi. Perubahan pada KUHP dan KUHAP harus diikuti perubahan pada budaya hukum. Kita ingin sistem hukum yang memberi rasa keadilan kepada rakyat, bukan alat menakut-nakuti masyarakat,” pungkas Bamsoet. (*)

News Feed