Bukan Bencana Alam Biasa:Partai Masyumi Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional 

Budaya18 views

Kesbangnews.com –   Fakta memilukan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat saat ini bukan cerita soal cuaca ekstrim. Bagi Partai Masyumi, bencana itu tidak hanya menghanyutkan rumah dan tanah longsor, tapi terutama adalah mengubur masa depan rakyat. Itu adalah alarm keras bagi Republik. Di balik lumpur dan gelondongan kayu yang menerjang itu, tersimpan jejak kebijakan yang salah arah dan predatorik.

 

Menyikapi tragedi itu, Partai Masyumi menolak menyederhanakan penderitaan rakyat itu sebagai fenomena alam biasa. “Partai Masyumi menilai peristiwa itu tidak hanya merenggut nyawa, menghancurkan pemukiman, sawah ladang, fasilitas umum, dan menghilangkan masa depan rakyat; namun peristiwa itu juga sebagai bukti nyata adanya kejahatan negara atau State Crime; itu adalah konsekuensi logis dari desain pembangunan yang predatorik, korup, dan mengabdi pada kepentingan oligarki,” tegas Ketua Umum Partai Masyumi, Dr. Ahmad Yani SH., MH., dalam keterangan resminya di Jakarta. Atas dasar itulah, Partai Masyumi mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil langkah radikal: Menetapkan situasi ini sebagai Bencana Nasional.

 

Desakan Ahmad Yani agar status Bencana Nasional segera ditetapkan bukan tanpa alasan rasional. Ia menyoroti akar masalah yang bersifat struktural, yakni sentralisasi kekuasaan pasca disahkannya Revisi UU Minerba No. 3 Tahun 2020 dan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Yani menjelaskan bahwa regulasi tersebut telah menarik kewenangan perizinan tambang dan pelepasan kawasan hutan dari daerah ke Pemerintah Pusat. Akibatnya, daerah kehilangan kendali atas ruang hidupnya sendiri, namun harus menanggung getahnya ketika bencana datang.

 

“Ironisnya, Pemerintah Pusat yang membuat kebijakan dan ‘berpesta’, namun Daerah yang harus menanggung dampak bencananya. Tentu ini ketidakadilan,” ujar Ahmad Yani. Oleh karena itu, penetapan status Bencana Nasional adalah bentuk pertanggungjawaban moral dan konstitusional yang mutlak. “Karena kebijakan perizinan ditarik ke Pusat, maka Pusat wajib bertanggung jawab penuh atas penanganan dampak dan rekonstruksi total menggunakan APBN. Hentikan praktik ‘Enak di Pusat, Sakit di Daerah’,” cetus Yani dengan nada tinggi.

 

Dalam analisisnya, Partai Masyumi membedah bagaimana kekayaan alam Indonesia telah berubah menjadi kutukan (resource curse). Bencana di Sumatera menjadi bukti empiris bahwa eksploitasi hutan tropis dan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara ugal-ugalan demi keuntungan segelintir pihak. “Terjadi ketidakadilan mencolok. Di satu pihak ada privatisasi keuntungan yang mengalir ke segelintir konglomerat, di pihak lain terjadi kerugian berupa limbah dan air bah yang dibebankan kepada rakyat,” papar Yani.

 

Lebih jauh, Ahmad Yani membongkar praktik “Ijon Politik” yang menjadi bahan bakar kerusakan ini. Penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kerap kali bukan didasarkan pada AMDAL yang benar, melainkan transaksi untuk mendanai kontestasi elektoral. “Ini adalah suatu siklus setan, di mana ‘demokrasi biaya tinggi’ dibiayai oleh ‘kerusakan alam tingkat tinggi’,” ungkapnya prihatin. Akibatnya, institusi negara mengalami pembusukan politik (political decay), di mana regulator tersandera (captured) oleh kelompok kepentingan yang seharusnya mereka awasi.

 

Selain mendesak status Bencana Nasional, Ahmad Yani juga meminta Presiden Prabowo untuk waspada terhadap sabotase dari dalam pemerintahannya sendiri. Ia mengingatkan sinyal yang pernah disampaikan Menhan Syafrie Syamsuddin tentang ancaman dari dalam.

“Presiden harus segera melakukan reshuffle total. Bersihkan kabinet dari ‘musuh dalam selimut’. Pecat semua Menteri, Dirjen, dan pejabat yang memiliki rekam jejak konflik kepentingan dengan industri ekstraktif penyebab bencana,” tuntut Yani. Ia menegaskan bahwa negara membutuhkan pejabat yang loyal pada Merah Putih, bukan pada cukong tambang.

 

Partai Masyumi juga menuntut penegakan hukum yang tidak pandang bulu, mulai dari moratorium operasi tambang di hulu sungai Sumatera, audit forensik, hingga pencabutan izin perusahaan yang beroperasi di hutan lindung. Bahkan, Masyumi mendesak agar pasal “pemutihan” kejahatan kehutanan (Pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja) segera dibatalkan karena dianggap sebagai skandal hukum yang melegalkan perampokan hutan.

 

Menutup pernyataannya, Ahmad Yani memberikan ultimatum moral kepada Presiden Prabowo demi masa depan bangsa. “Partai Masyumi menegaskan bahwa tidak ada kedaulatan Negara tanpa kedaulatan ekologis. Jika Presiden Prabowo ingin mewujudkan ‘Indonesia Emas’, maka fondasi tanah air harus diselamatkan agar tidak menjadi ‘Indonesia Cemas’,” pungkas Ahmad Yani.

News Feed