Demi MBG, Siswa di Sumba Barat Daya Tetap Masuk Sekolah Meski Tak Enak Badan*

Daerah15 views

 

Sumba Barat Daya – Ingin menyantap hidangan Makan Bergizi Gratis (MBG) ternyata menjadi motivasi utama para siswa untuk terus hadir dan belajar di sekolah. Fakta yang mengharukan itu terungkap dari kesaksian guru-guru SD Katolik Wee Pangali, Kecamatan Kota Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

“Siswa tetap datang meskipun sedang kurang sehat. Mereka merasa menu MBG sangat mewah dan terlalu sayang untuk dilewatkan,” kata Theresia Tamo Ina, guru SD Katolik Wee Pangali di Sumba Barat, NTT Kamis, (13/11).

Bu Guru Theresia kemudian memanggil beberapa anak yang dalam kondisi kurang sehat, tapi tetap masuk sekolah. Ada Alfarel Frengki Dede (7 tahun), Natalia Grace Yango (7), Maria Isa Bella (7), Reinarda Desniyanti Anata Kodu (7), Yohanes Bili Daingo (7), Aprilia Paskia Baba (11), Aloysius Glen Zuba (11), Wilhelmus Pangeran Bili Rambi (11), Scholastika Kiyora Tuto Nugi (9), Priska Renata Ladi (9), dan Cahaya Putri Tanggu Dendo (9). Meski tampak kurang sehat, mereka sangat antusias menerima hidangan MBG.

Sejak program utama pemerintah Presiden Prabowo Subianto itu menjangkau SD Katolik Wee Pangali sembilan bulan lalu, menurut Theresia, pemberian MBG di sekolah itu benar-benar membawa perubahan besar bagi para siswa. Selain rajin masuk sekolah, semangat belajar para siswa pun semakin meningkat. “Sebelumnya anak-anak malas berangkat sekolah, tapi setelah ada MBG, mereka menjadi semakin rajin masuk sekolah,” ujarnya.

Dampak hidangan MBG pada motivasi utama para siswa untuk masuk sekolah jelas terlihat pada hari Sabtu. Sekolah yang dimiliki Yayasan Pendidikan Nusa Cendana ini menerapkan hari belajar hingga hari Sabtu. Namun, karena tidak ada pemberian hidangan MBG pada hari Sabtu, maka jumlah siswa yang masuk sekolah pada hari Sabtu lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah siswa di hari-hari sebelumnya yang ada pemberian hidangan MBG. “Karena itu kami berharap agar pada hari Sabtu juga diberikan MBG,” kata guru

SD Katolik Wee Pangali berada di lingkungan desa miskin. Kebanyakan warga desa bekerja sebagai petani lahan kering. Rata-rata kehidupan warga berada di bawah garis kemiskinan, sehingga sering kesulitan memberikan asupan makanan bergizi untuk anak-anak mereka. Dampaknya, menurut catatan statistik tahun 2024 lalu, di Desa Wee Pangali ada 55 balita dengan berat badan kurang, 37 anak berbadan pendek atau stunting, dan 37 anak kekurangan gizi.

Beberapa anak yang kekurangan gizi, berat badan kurang, dan stunting itu bersekolah di SD Katolik Wee Pangali. Ada Deodatus Fredy Bulu, siswa kelas 1 SD yang telah berusia 7 tahun namun badannya tampak terlalu pendek dan bahkan terlalu kecil untuk menggunakan meja belajar seperti teman-temannya. Temannya yang lain, di beberapa kelas juga tampak kurus-kurus karena kekurangan gizi. Sementara, banyak siswa yang hadir mengenakan baju bebas karena keterbatasan biaya untuk membeli seragam sekolah.

*Biro Hukum dan Humas*
*Badan Gizi Nasional*

News Feed