KESBANG.COM, TEMANGGUNG – Salah seorang pegiat sejarah, Hendro Martono menyebut bahwa Kabupaten Temanggung pada era Mataram Kuno diduga kuat merupakan salah satu tempat yang cukup penting bagi keberadaan kerajaan atau pemerintahan kala itu.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya temuan artefak atau prasasti yang tersebar di mayoritas wilayah, setidaknya di 18 kecamtan dari total 20 kecamatan yang ada.Usai dirinya melakukan riset dengan mencari keberadaan sekaligus mendokumentasikan artefak di sejumlah titik yang ditampilkan dalam bentuk foto dan buku.
“Dari 20 kecamatan yang tersebar di Kabupaten Temanggung, sementara ini yang belum ada temuan kuno hanya Kecamatan Bejen dan Wonoboyo. Namun demikian, di Bantengan Wonoboyo, menurut arkeologi meski ada jejaknya tapi dikatakan belum teridentifikasi,”jelasnya, Rabu (11/10).
Pihaknya mengungkapkan, di Kecamatan Bejen sendiri meski disebut-sebut terdapat kemungkinan keberadaan artefak, namun bendanya secara fisik sejauh ini belum juga diketemukan.
Bahkan, dari penelusurannya sampai ke Museum Nasional, terdapat dua prasasti yang ada kaitannya dengan daerah Temanggung di masa lampau, yakni Prasasti Tepusen. Anehnya, dalam Prasasti Tepusen I disebut berasal dari Candi Petung Magelang sedangkan Prasasti Tepusen II berada di Kabupaten Temanggung.
“Setelah saya cek ke Desa Petung di Temanggung, masyarakat sekitar malah belum pernah mengetahui keberadaan situs seperti yang diungkapkan dalam Prasasti Tepusen II,” imbuhnya.
Ditambahkan, penelusuran daftar situs mula-mula ditemukan dalam karangan Verbeek (1891) yang mencatat setidaknya terdapat 34 situs di Temanggung serta informasi lain yang menyebut bahwa di wilayah ini pernah ada setidaknya 23 candi yang dibangun.
Jika ditarik benang merah, maka pada panggung sejarah nasional moderen mungkin Temanggung tidak begitu atau kurang dikenal,akan tetapi pada masa Mataram Kuno Temanggung pernah menempati posisi penting.
Terlebih lagi, pada rentang waktu sekitar 100 tahun, antara 807 Masehi sampai 908 Masehi banyak ditemukan jejak sejarah sebagai bukti dugaan tersebut. Antara lain pada tahun 807 dengan adanya Prasasti Munduan di Dusun Toro, Desa Kertosari, Kecamatan Jumo dan Prasasti Wanua Tengah III di Kedung Lo, Gandulan Kaloran.
Pada periode tersebut Temanggung yang masuk di tlatah Kedu menyaksikan banyak periode pergantian raja-raja Mataram Kuno. Antara lain Rake Warak Dyah Manara (Jumat Legi 28 Maret 803 Masehi), Rakai Garung (Minggu Legi 24 Januari 823 Masehi), Rakai Pikatan Dyah Saladu (Minggu Kliwon 22 Februari 846 Masehi), Rakai Kayu Wangi Dyah Lokapala (Sabtu Wage 27 Mei 855 Masehi), dan Rakai Watukura Dyah Balitung (Rabu Pon 23 Mei 898 Masehi).
“Mungkin tidak banyak masyarakat mengetahui bahwa sesungguhnya sejarah Kabupaten Temanggung cukup terang jika dilihat dari sudut pandang para peneliti. Dan itulah yang harus segera dipublikasikan. Jangan sampai jadi sejarah bisu selamanya,” tukasnya. (van)