Oleh:
Dr. Ariman Sitompul, S.H., M.H., CPLi., ACIArb
Langkah cepat Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan dalam menetapkan enam tersangka kasus korupsi hanya dalam dua hari berturut-turut pada Rabu (12/11/2025) dan Kamis (13/11/2025) memicu kehebohan di tengah masyarakat. Publik bertanya-tanya, “Apa yang sedang terjadi di jajaran Pemko Medan?”
Penetapan Tersangka Pertama: Dugaan Korupsi BBM Solar Bersubsidi
Pada Rabu (12/11/2025), Kejari Medan menetapkan tiga tersangka terkait dugaan korupsi belanja BBM solar bersubsidi untuk kendaraan operasional pengangkut sampah di Kecamatan Medan Polonia Tahun Anggaran 2024, dengan nilai anggaran sekitar Rp332 juta.
Ketiga tersangka tersebut adalah:
IAS, mantan Camat Medan Polonia selaku pengguna anggaran,
KAL, Kasi Sarpras sekaligus PPTK,
IRD, tenaga honorer Kantor Camat Medan Polonia.
Jaksa telah menahan IAS di Rutan Kelas I Tanjung Gusta Medan dan IRD di Rutan Perempuan Kelas IIA. Sementara itu, KAL belum ditahan karena tidak hadir memenuhi panggilan tanpa keterangan.
“Dipanggil sudah, tapi orangnya tak muncul,” ujar salah satu pejabat kejaksaan.
Penetapan Tersangka Kedua: Dugaan Korupsi Medan Fashion Festival 2024
Belum selesai kasus pertama, pada Kamis (13/11/2025), Kejari Medan kembali menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi Medan Fashion Festival 2024 yang disebut menimbulkan kerugian negara hingga Rp1,1 miliar.
Tersangka tersebut yaitu:
BIN, Kadiskop UKM Perindag Kota Medan,
MH, Direktur CV Global Mandiri selaku rekanan,
ES, Sekretaris Diskop UKM Perindag merangkap PPK (kini Kadis Perhubungan Medan).
BIN dan MH telah ditahan. Sementara ES belum ditahan karena alasan sakit dan dijadwalkan dipanggil kembali pada Senin (17/11/2025).
Dua hari, enam tersangka—situasi ini membuat masyarakat Medan heran sekaligus cemas.
“Berat kali masalah di Pemko sekarang,” ujar warga.
Kritik Akademisi: Penetapan Tersangka Dinilai Terlalu Tergesa-gesa
Pengamat hukum dan akademisi Universitas Dharmawangsa Medan, Dr. Ariman Sitompul, menyampaikan bahwa pola penetapan tersangka secara cepat dan berturut-turut tanpa penjelasan memadai dapat menurunkan kepercayaan publik.
“Penetapan tersangka berturut-turut tanpa penjelasan komprehensif mengesankan penyidikan yang tidak dirancang matang, melainkan reaktif dan tidak terstruktur. Ini masalah serius,” tegasnya.
Menurut Ariman, Kejari Medan juga kurang memberikan keterbukaan informasi kepada publik.
“Transparansi wajib dipenuhi. Publik perlu tahu apakah penetapan tersangka sudah memenuhi standar pembuktian yang benar.”
Pendapat ini diperkuat Guru Besar Hukum Pidana UI, Prof. Chairul Huda, yang menggarisbawahi bahwa penetapan tersangka merupakan tindakan serius dan hanya dapat dilakukan setelah minimal dua alat bukti yang berkualitas terpenuhi.
“Jika aparat tergesa-gesa, risiko kriminalisasi dan kesalahan prosedur semakin besar.”
Tak Sejalan dengan Arahan Jaksa Agung?
Kritik semakin mengemuka jika dibandingkan dengan pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin, yang berulang kali mengingatkan jajarannya agar tidak terburu-buru dalam menetapkan tersangka.
“Jaksa harus profesional, objektif, dan tidak tergesa-gesa menetapkan tersangka.”
Burhanuddin juga menegaskan bahwa penanganan korupsi di daerah jangan menimbulkan kegaduhan dan harus fokus pada pengembalian kerugian negara. Namun pola yang muncul di Kejari Medan disebut Ariman justru berpotensi tidak sejalan dengan arahan tersebut.
“Jika pola ini berlanjut, publik bisa menilai Kejari tidak konsisten dengan garis kebijakan Jaksa Agung,” ujarnya.
Deretan Kasus Serupa yang Pernah Mencoreng Kejaksaan
Ariman mengingatkan bahwa tindakan tergesa dalam penetapan tersangka bukan hal baru dan beberapa di antaranya pernah mencoreng institusi Kejaksaan, seperti:
1. Kejari Belawan (Medan) pernah salah menetapkan Jufri Cardo Pasaribu sebagai tersangka kasus korupsi gedung—dan dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Negeri Medan dalam praperadilan.
2. Kejari Katingan menetapkan Jainudin Sapri sebagai tersangka tanpa bukti permulaan cukup. PN Kasongan menyatakan penetapan tersebut tidak sah.
Kasus-kasus seperti ini menjadi pengingat bahwa kekeliruan prosedural dapat merusak reputasi institusi penegak hukum.
“Setiap penetapan tersangka yang prematur adalah serangan terhadap kredibilitas Kejaksaan,” tegas Ariman.
Ancaman Munculnya Ketidakpastian Hukum
Ariman menutup dengan peringatan bahwa pola penindakan seperti ini bisa menciptakan ketidakpastian hukum.
“Jangan sampai Kejari Medan terlihat lebih mengejar efek pemberitaan daripada ketepatan prosedur. Itu bukan penegakan hukum itu formalitas yang membahayakan reputasi kejaksaan sendiri.”
Penulis:
Dr. Ariman Sitompul, S.H., M.H., CPLi., ACIArb
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Dharmawangsa Medan
Pengurus ADIHGI (Asosiasi Dosen Ilmu Hukum dan Kriminologi Indonesia)









