Haidar Alwi: BOBIBOS Harus Diuji, Karena Kedaulatan Energi Butuh Kejujuran Ilmu.*

Nasional111 views

 

Berita tentang bahan bakar BOBIBOS bukan sekadar berita teknologi, melainkan berita tentang harapan bangsa yang ingin berdiri dengan kaki sendiri. Dari hamparan jerami di sawah rakyat, tiba-tiba muncul secercah ide: bisakah limbah pertanian menjadi sumber energi nasional? Ide itu lahir bukan dari ruang laboratorium asing, tapi dari tanah sendiri, dari tangan anak bangsa yang percaya bahwa kemandirian adalah bentuk tertinggi dari kemerdekaan.

Dalam pandangan yang jernih, Ir. R. Haidar Alwi, MT, Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, sekaligus Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB dan alumnus Teknik Elektro ITB, melihat BOBIBOS sebagai lambang dari dua wajah bangsa: semangat dan ujian. Ia lahir dari cinta tanah air, tapi juga menuntut kedewasaan dalam ilmu. Haidar Alwi memandang inovasi ini bukan sekadar produk, tetapi proses yang akan menguji integritas peneliti, keteguhan negara, dan kecerdasan publik.

Namun, di balik semua sorak kebanggaan itu, Haidar Alwi mengingatkan dengan tenang: mimpi tidak akan berarti tanpa kejujuran ilmu. *“Bangsa ini boleh bersemangat, tapi jangan tergesa-gesa. Karena energi sejati tidak dihasilkan dari euforia, melainkan dari disiplin dan kejujuran dalam meneliti,”*

*“Kemandirian energi tidak akan lahir dari keyakinan yang terburu-buru. Ia lahir dari kesabaran untuk menguji dan kerendahan hati untuk belajar. Karena kemajuan tanpa kejujuran hanya akan melahirkan kebanggaan sementara,”* kata Haidar Alwi.

*Dari Jerami Menjadi Cermin Bangsa.*

BOBIBOS, yang disebut sebagai singkatan dari Bahan Bakar Original Buatan Indonesia, Bos!, diperkenalkan sebagai hasil riset panjang selama satu dekade. Bahan bakunya berasal dari jerami limbah yang selama ini terbakar percuma di sawah-sawah rakyat. Dari limbah itu, muncul klaim besar: bahan bakar beroktan tinggi, RON 98, dengan emisi yang nyaris nol. Klaim ini mengundang decak kagum sekaligus tanda tanya. Publik memujinya, tetapi ilmuwan menunduk dan bertanya: “Sudahkah diuji?”

Haidar Alwi memahami rasa bangga rakyat, tapi ia juga tahu risiko ilmiah di baliknya. Haidar Alwi menjelaskan bahwa setiap inovasi energi memiliki dua sisi, satu adalah semangat nasionalisme, yang lain adalah tanggung jawab akademik. *“Jerami memang simbol kearifan lokal, tapi dalam ilmu energi, setiap bahan harus melewati hukum termodinamika, bukan hanya hukum harapan. Karena energi tidak tunduk pada emosi, ia tunduk pada persamaan,”* ujar Haidar Alwi.

Haidar Alwi menjelaskan bahwa BOBIBOS bisa menjadi terobosan besar bila melewati tahapan ilmiah dengan benar. Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah menyatakan bahwa bahan bakar baru wajib melewati proses uji selama minimal delapan bulan, bukan untuk memperlambat, tapi memastikan keselamatan dan konsistensi hasil. Dalam pandangan Haidar Alwi, waktu delapan bulan itu adalah bentuk kehormatan bagi ilmu pengetahuan. *“Ilmu yang benar tidak menolak waktu. Karena waktu adalah alat Tuhan untuk memisahkan antara niat baik dan hasil benar. Dalam delapan bulan itu, bangsa diuji: apakah kita mengejar kebenaran, atau sekadar ingin cepat dipuji,”* tegas Haidar Alwi.

*Prosedur, Jalan Sunyi Para Jenius.*

Bagi Haidar Alwi, prosedur ilmiah bukan sekadar tahapan administratif, tetapi perjalanan spiritual seorang ilmuwan dalam mencari kebenaran. Uji bahan bakar tidak bisa dilakukan sekejap. Ada tahap pengujian fisiko-kimia yang memerlukan kesabaran, dari stabilitas oksidasi hingga kandungan sulfur dan titik nyala. Lalu uji mesin, di mana bahan harus membuktikan efisiensi dan keamanan dalam ribuan siklus pembakaran. Setelah itu, uji emisi dan keamanan lingkungan yang menuntut ketelitian tanpa kompromi. *“Setiap tetes bahan bakar adalah amanah. Ia akan bersentuhan dengan tanah, air, udara, dan paru-paru anak-anak bangsa. Maka setiap uji bukan sekadar angka, tapi tanggung jawab moral,”* ucap Haidar Alwi.

Sebagai alumnus Teknik Elektro ITB, Haidar Alwi memandang energi bukan hanya soal reaksi kimia, tetapi juga soal keteraturan sistem dan keandalan desain. Haidar Alwi menguraikan bagaimana konversi jerami menjadi bahan bakar cair memerlukan proses panjang: pirolisis, gasifikasi, hingga upgrading kimia. Semua tahap itu memerlukan reaktor bertekanan tinggi, katalis, dan pengujian berulang agar hasilnya stabil. Haidar Alwi bahkan menekankan pentingnya peran lembaga resmi seperti Lemigas dan BSN, agar setiap hasil riset tidak hanya sah secara laboratorium, tapi juga diakui secara hukum negara. *“Energi tidak mengenal retorika, ia mengenal perhitungan. Mesin tidak tunduk pada janji, tapi pada presisi. Itulah sebabnya ilmuwan sejati tidak pernah terburu-buru,”* katanya Haidar Alwi.

Namun Haidar Alwi tidak berhenti di sisi teknis. Haidar Alwi mengaitkan prosedur dengan moral bangsa. Menurutnya, kesetiaan terhadap metode adalah bentuk kejujuran nasional. *“Prosedur itu memang melelahkan, tapi justru di situ letak kemerdekaan ilmu. Karena hanya dengan mengikuti tahapan yang benar, kita bebas dari kesalahan yang memalukan. Bangsa yang besar bukan yang cepat menemukan, tapi yang berani mengakui bahwa ilmu harus diuji sebelum dipercaya,”* jelas Haidar Alwi.

Haidar Alwi menegaskan bahwa Indonesia harus belajar menghormati laboratorium sebagaimana menghormati bendera. *“Kita boleh mencintai inovasi, tapi cinta yang benar adalah cinta yang bersedia dikritik.”*

*Kedaulatan Energi dan Kejujuran Sains.*

Haidar Alwi menilai bahwa BOBIBOS membawa pesan besar: bangsa ini haus akan kedaulatan energi. Tapi, ia juga mengingatkan bahwa kedaulatan tanpa kejujuran hanya akan menjadi mitos baru. *“Kita sering mengira kemerdekaan berarti tidak bergantung pada luar negeri. Padahal kedaulatan sejati bukan hanya berdiri sendiri, tapi berpikir sendiri. Berpikir dengan jujur, menguji dengan sabar, dan menghasilkan dengan cinta pada kebenaran,”* ujar Haidar Alwi.

Haidar Alwi menegaskan, ilmu pengetahuan tidak boleh dibangun di atas sensasi. Ilmu harus berdiri di atas data yang terbuka, pengujian yang bisa diverifikasi, dan hasil yang bisa diuji ulang oleh siapa pun. *“Jika sebuah inovasi tidak takut diuji, maka ia sudah setengah benar. Tapi jika ia takut pada pengujian, maka ia sudah setengah gagal. Kebenaran tidak butuh perlindungan, ia hanya butuh pembuktian,”* kata Haidar Alwi.

Bagi Haidar Alwi, bangsa Indonesia punya potensi luar biasa untuk menjadi pusat energi terbarukan dunia. Dari sawah yang luas, dari kelapa sawit, dari jerami, dari alga laut, semua bisa menjadi bahan energi baru bila digarap dengan ilmu dan integritas. Haidar Alwi menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, kampus, dan masyarakat. *“Negara jangan menjadi pengagum cepat puas, tapi juga jangan jadi penghambat. Negara harus menjadi pendidik yang sabar menguji, tapi tidak membunuh semangat,”* ucap Haidar Alwi.

Haidar Alwi memandang masa depan Indonesia akan ditentukan oleh seberapa jujur bangsa ini terhadap prosesnya sendiri. Haidar Alwi mengajak publik untuk melihat laboratorium bukan sebagai tempat tertutup, melainkan panggung kebangsaan. *“Laboratorium adalah tempat di mana Indonesia berpikir jujur tanpa politik. Karena di sana, hanya rumus yang berbicara, bukan kepentingan. Jika bangsa ini bisa menghormati ilmu seperti menghormati kekuasaan, maka energi kita tidak akan pernah habis,”*

*“Kedaulatan energi tidak bisa dibeli, tapi bisa dibangun. Dan bahan bakunya bukan jerami, bukan minyak, bukan batu bara, melainkan kejujuran. Karena hanya bangsa yang jujur dalam ilmu yang akan berdaulat dalam energi. Ilmuwan menjaga data, pemerintah menjaga regulasi, rakyat menjaga kepercayaan. Dan di antara ketiganya, ada masa depan yang disebut Indonesia mandiri energi,”* pungkas Haidar Alwi.

News Feed