Haidar Alwi: Rasionalitas Ekonomi Harus Kalahkan Politik Ketakutan.*

Ekonomi22 views

 

R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute sekaligus Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB, menyampaikan pandangan tajam tentang pentingnya menjaga rasionalitas dalam membaca arah ekonomi nasional. Haidar Alwi menilai bahwa sebagian besar ketakutan publik terhadap angka utang negara hanyalah produk dari kesalahpahaman dan narasi politik yang menjual kepanikan. Ini Momentum untuk Menegakkan Akal Sehat Fiskal Nasional.

*“Bangsa ini tidak akan maju kalau takut pada angkanya sendiri, Ketika ekonomi dikelola dengan logika dan niat baik, utang bukan ancaman, melainkan alat strategis untuk mempercepat kemandirian bangsa,”* Ujar Haidar Alwi.

Menurut Haidar Alwi rasionalitas ekonomi harus selalu berada di atas politik ketakutan. Bangsa yang terus-menerus digiring untuk takut pada utangnya sendiri justru akan kehilangan semangat produktif dan kepercayaan terhadap kemampuan diri. Pembangunan tidak pernah tumbuh dari rasa takut, melainkan dari keberanian, akal sehat, dan kepemimpinan yang berorientasi pada data dan kemandirian.

*Disiplin Fiskal Indonesia dan Kredibilitas Global.*

Data resmi Kementerian Keuangan Republik Indonesia menunjukkan bahwa total utang pemerintah Indonesia per Juni 2025 mencapai Rp9.138,05 triliun, dengan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 39,86 persen. Angka ini jauh di bawah batas aman 60 persen yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Haidar Alwi menegaskan bahwa angka tersebut justru menunjukkan disiplin fiskal dan kredibilitas ekonomi Indonesia di mata dunia.*“Rasio utang di bawah 40 persen adalah bukti bahwa Indonesia bukan bangsa peminjam yang ceroboh, tapi bangsa yang dipercaya mengelola tanggung jawabnya dengan integritas dan kecerdasan,”*

Haidar Alwi juga memperkuat pandangannya dengan perbandingan global: Posisi rasio utang Indonesia ini menempatkannya sebagai salah satu yang terendah di antara negara-negara anggota G20. Angka ini jauh lebih sehat dibandingkan rata-rata negara maju G7 yang rasionya sering melampaui 100 persen PDB, bahkan mencapai di atas 230 persen seperti yang terjadi di Jepang.

Haidar Alwi menilai bahwa kebijakan fiskal Indonesia saat ini berada di tangan yang tepat. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang dilantik pada September 2025, dianggap mampu menjaga keseimbangan antara keberanian mengambil keputusan dan kehati-hatian dalam risiko. *“Purbaya adalah teknokrat dengan karakter rasional dan berani. Ia memimpin fiskal dengan data, bukan dengan drama politik. Ini yang dibutuhkan Indonesia di tengah perubahan global,”* jelas Haidar Alwi.

Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Purbaya dinilai berhasil menjaga defisit APBN di kisaran 2,6 persen, meski tekanan global dan ketidakpastian pasar masih tinggi. Langkah tersebut menunjukkan konsistensi Indonesia terhadap disiplin fiskal dan kepercayaan pasar. *“Negara yang kuat bukan yang tanpa tantangan, tapi yang bisa menjaga neraca fiskalnya tetap stabil di tengah badai global,”* ujar Haidar Alwi.

*Kedaulatan Fiskal Melalui Pengelolaan Utang Rupiah.*

Bank Indonesia mencatat bahwa Utang Luar Negeri (ULN) Pemerintah per Mei 2025 berada di level US$209,6 miliar. Angka ini masih dalam kategori aman karena mayoritas pinjaman bersifat jangka panjang dan berbunga rendah. Dari total keseluruhan utang, sekitar 71-72 persen dikuasai oleh Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan di dalam negeri. Artinya, sebagian besar utang pemerintah dikelola dan dibayar dengan Rupiah, bukan Dolar AS, sehingga tidak menimbulkan tekanan signifikan pada stabilitas nilai tukar.

*“Ketika rakyat menjadi pemegang surat utang negaranya sendiri, maka setiap rupiah bunga yang dibayar pemerintah akan kembali kepada rakyat dalam bentuk perputaran ekonomi nasional. Inilah kedaulatan fiskal yang sejati,”* ujar Haidar Alwi.

Haidar Alwi juga menegaskan bahwa pemerintah telah memanfaatkan utang dengan cara yang benar. Sebagian besar digunakan untuk pembiayaan infrastruktur, ketahanan pangan, teknologi energi, serta pendidikan dan riset, bukan untuk pengeluaran konsumtif atau politik populis. *“Utang produktif adalah investasi masa depan, bukan beban generasi. Yang berbahaya itu bukan besar kecilnya utang, tapi arah penggunaannya,”* kata Haidar Alwi.

*Optimisme Ekonomi dan Kepemimpinan Visioner.*

Haidar Alwi menilai bahwa di tengah derasnya informasi negatif dan provokasi politik, masyarakat perlu dibekali dengan literasi ekonomi yang kuat agar tidak mudah panik terhadap isu-isu fiskal. Menurut Haidar Alwi, banyak pihak menggunakan angka utang sebagai alat propaganda untuk menciptakan kesan ketidakstabilan, padahal data justru menunjukkan sebaliknya.

*“Politik ketakutan itu tidak membangun. Ia hanya melemahkan kepercayaan publik pada pemerintah, dan pada akhirnya, menurunkan moral bangsa,”* ungkap Haidar Alwi.

Haidar Alwi menambahkan bahwa yang harus dikedepankan adalah pendidikan ekonomi publik, bukan manipulasi opini. Baginya, rasionalitas adalah benteng terakhir Republik. Ekonomi yang tumbuh harus dijaga dengan akal sehat, bukan dengan teriakan dan tuduhan. *“Rakyat harus diajak berpikir, bukan digiring untuk takut. Karena ketika rakyat paham, mereka akan ikut menjaga stabilitas bersama,”* ujar Haidar Alwi.

Haidar Alwi juga menyampaikan apresiasi terhadap langkah Presiden Prabowo Subianto yang menjaga arah kebijakan ekonomi tetap pro-rakyat dan pro-produksi. Menurutnya, sinergi antara Presiden dan Menteri Keuangan menjadi modal penting untuk memastikan pertumbuhan ekonomi 2026 tetap berada di atas 5 persen, dengan inflasi terkendali. *“Kepemimpinan yang tenang, ilmiah, dan visioner, didukung oleh data rasional, seperti ini yang membuat Indonesia tidak mudah goyah oleh goncangan global,”* jelas Haidar Alwi.

Di sisi lain, Haidar juga mengingatkan bahwa keberhasilan fiskal bukan hanya soal menjaga angka, tapi juga soal menjaga moral pembangunan. Haidar Alwi menilai bahwa pengelolaan ekonomi harus selalu berpijak pada prinsip keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat. *“Negara ini harus terus berutang pada cita-cita, bukan pada kepentingan politik,”* kata Haidar.

*Rasionalitas Adalah Fondasi Republik.*

Bangsa yang hebat adalah bangsa yang berpikir dengan akal sehat dan bertindak dengan moral yang lurus. *“Bangsa ini tidak akan tumbuh karena rasa takut, tapi karena kecerdasan. Ekonomi tidak akan maju karena teriakan, tapi karena kerja, data, dan niat yang lurus,”* ujar Haidar Alwi.

Haidar Alwi mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh narasi negatif yang hanya ingin menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.*“Politik ketakutan hanya akan membuat bangsa kecil di hadapan tantangan besar. Tapi dengan rasionalitas dan optimisme, Indonesia akan tetap berdiri tegak sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat,”* pungkas Haidar Alwi.

News Feed