Haidar Alwi: Swasembada Pangan, Polri Presisi, dan Peta Baru Geopolitik Dunia.*

Nasional40 views

 

Sejarah bangsa-bangsa besar selalu menunjukkan bahwa kemerdekaan sejati tidak hanya ditentukan oleh kemampuan mempertahankan wilayah, tetapi oleh keberanian sebuah negara berdiri di atas pangan yang dihasilkan oleh tanahnya sendiri. Pangan adalah jantung kedaulatan, cermin martabat, dan benteng pertama stabilitas nasional. Karena itu, ketika Indonesia akhirnya berhenti mengimpor beras dan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan produksi sendiri, dunia tidak hanya memperhatikan, tetapi terkejut. Sebuah keputusan berani telah mengubah keseimbangan ekonomi kawasan.

Menurut Ir. R. Haidar Alwi, MT, Pendiri Haidar Alwi Care, Pendiri Haidar Alwi Institute, serta Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB, keberhasilan ini lahir dari kerja terkoordinasi antara pemerintah dan aparat keamanan. *“Kedaulatan pangan tidak mungkin terwujud jika politik pangan tidak ditopang oleh keamanan nasional yang stabil, jalur distribusi yang terlindungi, dan keberanian negara menutup pintu bagi kepentingan yang selama puluhan tahun merugikan petani kita,”* tegas Haidar Alwi.

*((( Arah Baru Pemerintahan Prabowo dan Stabilitas Polri Presisi )))*

Di era Presiden Prabowo Subianto, arah kebijakan pangan ditegaskan kembali: Indonesia tidak boleh lagi hidup bergantung pada impor. Fokus diarahkan pada peningkatan produksi, perbaikan data, modernisasi pertanian, dan pemangkasan celah permainan lama yang merusak. Namun kebijakan seperti ini hanya bisa bertahan apabila keamanan nasional terjaga secara konsisten. Di sinilah peran Polri Presisi menjadi pilar yang tidak terpisahkan dari perjalanan swasembada Indonesia.

Polri memastikan tidak ada sabotase sistem distribusi, tidak ada penimbunan yang disengaja, tidak ada permainan harga, serta tidak ada jaringan impor lama yang mencoba mengacaukan arah baru negara. Kedua pilar kebijakan pangan yang berani dan keamanan nasional yang kokoh, menjadi dasar yang memungkinkan Indonesia melangkah ke fase sejarah berikutnya.

*((( Keputusan Menghentikan Impor dan Guncangan Besar di Pasar Dunia )))*

Selama puluhan tahun, negara-negara seperti Thailand, Vietnam, Pakistan, dan India membangun stabilitas ekspor mereka di atas pasar Indonesia. Indonesia adalah pembeli besar, konsumen tetap, dan kunci keberlanjutan perdagangan beras regional. Namun ketika cadangan nasional kembali kuat dan produksi dalam negeri meningkat, pemerintah memutuskan untuk menghentikan impor beras konsumsi.

Keputusan itu langsung mengguncang pasar internasional. Harga beras global jatuh drastis karena permintaan terbesar di Asia Tenggara berhenti membeli. Ribuan petani Thailand turun ke jalan akibat anjloknya pendapatan mereka. Media Vietnam menyebut kondisi ini sebagai “krisis pembeli terbesar” yang memukul ekonomi pertanian mereka. Bahkan diplomat Vietnam mendesak Jakarta mempertimbangkan kembali impor, meskipun hanya sebagian kecil.

Indonesia yang dulu diperlakukan sebagai pasar pasif kini berubah menjadi penentu arah harga dan distribusi beras internasional. Dunia mulai sadar bahwa ketika Indonesia bergerak, pasar global ikut bergetar.

*((( Produksi Nasional Meningkat dan Reformasi Pangan yang Terarah )))*

Produksi beras nasional melonjak signifikan. Gudang-gudang Bulog kembali penuh, petani memperoleh harga lebih stabil, dan distribusi pangan mulai berjalan lebih lancar. Pemerintah memperkuat irigasi, memperbaiki basis data pertanian, menambah pasokan benih unggul, serta mengurangi celah permainan yang selama ini dimanfaatkan oknum.

*Peran teknis Menteri Pertanian Amran Sulaiman tetap penting, namun Haidar Alwi menekankan bahwa kemandirian pangan adalah hasil kerja kolektif negara. Presiden menetapkan arah, kementerian menjalankan teknisnya, dan aparat keamanan mengamankan lapangan. Itulah tiga pilar yang membuat kedaulatan pangan tidak sekadar wacana.*

Namun setiap kebijakan besar selalu berhadapan dengan kekuatan lama, mafia pangan, spekulan harga, dan jaringan korup yang selama puluhan tahun hidup dari sistem impor.

*((( Menantang Mafia Pangan dan Membersihkan Sistem Lama )))*

Swasembada pangan tidak cukup hanya dengan peningkatan produksi. Ia membutuhkan ketegasan untuk menantang kekuatan yang bertahun-tahun meraup keuntungan dari ketergantungan bangsa. Mafia pangan memainkan harga, menimbun stok, mengganggu distribusi, dan membentuk jaringan bisnis gelap yang merusak petani.

Di era baru pemerintahan Prabowo, perbaikan sistem mulai dilakukan: birokrasi dibersihkan, rantai distribusi diperketat, dan regulasi diperkuat. Namun untuk mengamankan perubahan itu, negara memerlukan kekuatan penegak hukum yang efektif, disiplin, dan presisi.

*((( Peran dalam Mengawal Kedaulatan Pangan )))*

Dalam pandangan Haidar Alwi, peran Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merupakan fondasi yang membuat perjalanan swasembada tetap stabil. Polri Presisi bekerja melampaui batas keamanan umum. Polri mengamankan pelabuhan, memeriksa gudang besar, mengawasi jalur logistik, membongkar permainan penimbunan, serta menjaga agar tidak ada provokasi atau spekulasi yang menciptakan ketidakstabilan harga.

Ketika negara-negara tetangga mengalami kerugian dan tekanan ekonomi akibat berhentinya impor Indonesia, risiko manuver spekulan dan sabotase meningkat. Polri menangani ancaman-ancaman itu melalui pendekatan intelijen yang akurat, investigasi yang cepat, dan tindakan hukum yang tegas.

Menurut Haidar Alwi, *“Tidak ada negara yang berhasil mempertahankan swasembada jika distribusinya dikuasai mafia, jika harganya dikendalikan spekulan, atau jika keamanan logistiknya dibiarkan rapuh. Peran Polri Presisi memastikan bahwa setiap butir beras yang dihasilkan petani tiba di meja rakyat dengan selamat, jujur, dan tanpa permainan pihak yang merasa kehilangan keuntungan,”* tegas Haidar Alwi.

*((( Indonesia Berubah dari Target Pasar Menjadi Pemain Geopolitik Baru )))*

Dengan keberanian menghentikan impor dan stabilitas keamanan yang kuat, Indonesia memasuki fase baru. Indonesia tidak lagi diposisikan sebagai “pasar besar”, tetapi sebagai kekuatan yang mampu mengubah arah perdagangan pangan dunia. Keputusan Indonesia berdampak langsung terhadap harga internasional dan strategi ekspor negara lain.

Petani Indonesia kini memiliki posisi baru dalam struktur ekonomi nasional. Mereka bukan lagi korban pola impor, tetapi bagian dari kekuatan negara yang menjaga stabilitas pangan. Keputusan mereka menanam dan memanen kini memiliki pengaruh sampai ke Bangkok, Hanoi, dan New Delhi.

Swasembada pangan bukan hanya capaian ekonomi; ia adalah lompatan martabat bangsa. *“Kedaulatan pangan tidak lahir dari kebetulan, tetapi dari keberanian negara menutup pintu ketergantungan, bekerja dengan disiplin, dan menjaga setiap tahap produksi melalui aparat keamanan yang berintegritas. Negara yang menjaga pangannya adalah negara yang mengamankan masa depannya sendiri,”* pungkas Haidar Alwi.

News Feed