Kritik Sawit dari PDIP dan Ajaran Merawat Pertiwi Megawati untuk Atasi Krisis Lingkungan*

Umum56 views

 

Yogyakarta– Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, menyerukan kepada seluruh kader partai untuk merespons bencana alam dengan kontemplasi mendalam dan gerakan nyata membantu rakyat.

Seruan ini berlandaskan filosofi menghargai kehidupan yang diajarkan Bung Karno dan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, yang diyakini sebagai inti dari politik lingkungan hidup partai.

Dalam sambutannya saat Konferda DPD PDIP DIY di Yogyakarta, Sabtu (6/12/2025), Hasto menyebut serangkaian bencana alam dan banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sebagai tanda bahwa alam raya sedang menuju ketidakseimbangan.

“Kalau kita lihat secara kebatinan yang tumbuh subur di Jogja, maka nampak bagaimana alam raya saat ini terjadi ketidakseimbangan. Jadi seperti dalam cerita wayang itu sekarang terjadi Goro-Goro di republik ini akibat ulah kita yang merusak alam”, ujarnya.

Hasto menjelaskan inti filosofi tersebut melalui pengalaman dan kebiasaan langsung bagaimana Bung Karno melarang ijin konsesi hutan ke korporasi dan Ibu Megawati merawat kehidupan dengan tidak mengijinkan penambahan konsesi lahan sawit serta menjadikan gerakan menanam pohon sebagai kultur Partai.

Contoh sederhana, Ibu Mega punya kebiasaan mengumpulkan biji salak, mangga, klengkeng, durian dll. Semua biji-bijian tsb dilarang dibuang dan setelah dipersiapkan lalu ditanam. Jadilah Ibu Mega memiliki kebon penuh tanaman dari biji-bijian yang dikumpulkan. “Setiap biji-bijian, apalagi pohon punya hak untuk hidup.”, ujar Hasto menirukan Megawati.

Hasto melanjutkan hal itu bukanlah satu-satunya teladan dari Megawati.

“Ibu Mega, kalau Anda datang ke Teuku Umar, Anda disajikan kopi sama teh. Itu kalau tehnya sisa, itu bukan dibuang, dikumpulkan karena dia organik, dikembalikan pada tanaman. Kalau Ibu Mega makan kacang, kulit kacang itu dikumpulkan, tidak boleh dibuang, ditaruh di atas tanaman karena dia menyuplai kalium,” papar Hasto dengan rinci.

Ia menegaskan, tindakan sederhana ini berasal dari nilai yang ditanamkan Bung Karno dan Megawati tentang merawat pertiwi, yang bertitik tolak dari ajaran Tattwam Asi (engkau adalah aku, aku adalah engkau).

“Setiap pohon itu juga punya jiwa, punya kehidupan. Kalau kita mencintai pohon, maka mereka bukan hanya menghasilkan oksigen, mereka juga akan mencintai dan ikut merawat Indonesia Raya kita, kata Hasto.

Hasto kemudian mengaitkan kerusakan lingkungan dengan sistem yang tidak adil. “Bagaimana lingkungan telah dirusak akibat kapitalisasi kekuasaan politik yang luar biasa, sehingga lahan-lahan hutan dikonversi menjadi lahan-lahan sawit. Padahal Ibu Mega menanamkan sawit adalah tanaman yang arogan,” tegasnya.

Ia menyatakan bahwa bencana alam juga merupakan akibat dari ketiadaan keadilan, terutama dalam penguasaan lahan dan tidak adanya penegakan hukum atas tambang ilegal dan pembalakan liar. “Karena bencana ini akibat tidak adanya keadilan. Akibat eksklusivitas di dalam penguasaan lahan-lahan oleh penguasa. Tidak ada redistribusi aset sebagaimana dicanangkan oleh Bung Karno.”

Sebagai kontemplasi, Hasto merumuskan pantun keadilan:
“Yogyakarta, kota budaya,
Mahakarya Indonesia Raya,
PDI Perjuangan berjiwa kesatria,
Tegakkan keadilan untuk semua.”

Ia menekankan, justice for all harus menjadi tema sentral, baik dalam mengelola partai, bersikap sesama, maupun dalam perspektif hukum.

Sebagai langkah konkret, Hasto menginstruksikan kader di Yogyakarta untuk bergerak serentak membersihkan Kali Code dan Kali Winongo dalam rangka HUT Partai. Ia juga mengajak kader menjadikan kebiasaan Megawati mengumpulkan botol bekas untuk nursery tanaman sebagai tradisi partai.

Solidaritas sosial juga diwujudkan melalui pengumpulan dana yang akan digunakan untuk membantu rakyat terdampak bencana.

Ditutup dengan pantun kedua yang merangkum semangat perjuangan:
“Mewayu Hayuning Bawono,
Falsafah kehidupan penjaga sejarah.
PDI Perjuangan membangun tekad bersama,
Merawat pertiwi panggilan hidup kita.”

Hasto berkeyakinan, dengan menginternalisasi filosofi menghargai kehidupan dan memperjuangkan keadilan ekologis, kader PDIP dapat menjadi bagian dari solusi mengatasi ketidakseimbangan alam.

Ia juga mengajak kader menjadikan kebiasaan Megawati, yaitu mengumpulkan botol plastik bekas untuk dijadikan nursery tanaman, sebagai tradisi partai.

“Tugas turun ke bawah itu kalau kebiasaan Ibu Mega ini menjadi tradisi kita, kita kalau lihat botol-botol itu, kita kumpulkan, itu dipakai oleh Ibu Mega untuk nursery, itu diisi tanah,” tandasnya.

News Feed