Ngeri ! Serka LL Oknum Intel Kodim 1630 Pamer Senjata Api Saat Ukur Tanah di Labuan Bajo

Hukum208 views

 

Labuan Bajo – Suasana konflik sengketa tanah seluas 3,1 hektare di hamparan Bukit Kerangan, Labuan Bajo, kembali memanas.

Ketegangan meningkat pasca peristiwa 26 Oktober 2025 yang oleh para pemilik tanah dirasakan sebagai tindakan intimidasi dan ancaman oleh oknum TNI–AD di lokasi sengketa.

Dandim dan oknum anak buahnya intimidasi pemilik tanah di rumah pemilik tanah.

“Tiba-tiba saya kedatangan tamu. Masuk rumah dengan anak buahnya, Lalu, LMFP. Pakaian seragam TNI, ternyata bliau Dandim. Duduk. Bilang ke saya supaya pagar yang barusan dibuat supaya dibongkar. Saya tidak mau, saya bilang hubungi pengacara kami saja”, kata Zulkarnain, salah satu pemilik tanah, kepada media, Senin (17/11/2025) di Labuan Bajo.

Tidak berhenti di situ, kemudian esok pagi tanggal 28/10/2025, oknum TNI-AD LMFP jemput Muhamad Hata, diajak ke lokasi untuk bongkar pagar.

“Tanggal 28/10/25 saya dijemput Lalu, naik mobil menuju lokasi. Dalam perjalanan, merasa sendiri tanpa rekan2 lain, saya turun di tengah jalan, balik pulang ke rumah,” kata Muhamad Hatta, salah satu pemilik.

“Karena merasa terancam, kami pergi lapor ke Pomdam IX Udayana tgl 4 November 2025,” tutup Hatta menambahkan.

Tujuh pemilik tanah yang tengah berperkara perdata mengaku tindakan tersebut mengesankan dukungan terhadap pihak Santosa Kadiman dan anak-anak dari Nikolaus Naput, pemilik klaim 40 hektare yang telah dinyatakan fiktif.

Sejumlah dari tujuh pemilik tanah itu telah melaporkan dugaan intimidasi tersebut ke Pomdam IX/Udayana pada 4 November 2025. Mereka juga telah menjalani pemeriksaan dan BAP, termasuk para saksi, pada 5 November 2025 di kantor Pomdam, Jl. Udayana No. 1, Denpasar.

Terkait pemberitaan berbagai media, Dandim 1630/Manggarai Barat, Letkol Budiman Manurung, memberikan bantahan sebagaimana dimuat harianlabuanbajo.com pada Jumat, 14 November 2025.

Dalam pernyataannya, Budiman menegaskan bahwa informasi yang menyebut adanya intimidasi, ancaman, atau tindakan membekingi pihak tertentu oleh anggota berinisial LMFP adalah tidak benar.

“Yang bersangkutan sedang menjalankan tugas sesuai fungsi aparat teritorial. Pemberitaan tersebut tidak berimbang dan tidak pernah mengonfirmasi pihak Kodim. Tuduhan seperti itu bisa mencemarkan nama baik institusi TNI,” ujarnya.

Budiman menyebut keberadaan prajurit TNI di sekitar Bukit Kerangan hanya untuk menjaga keamanan dan mencegah potensi bentrok antarwarga akibat sengketa lahan yang masih berproses hukum. Ia juga menyatakan akan menempuh langkah hukum terhadap pihak yang menyebarkan berita tidak benar.

Pernyataan Dandim itu langsung menuai respons dari tim kuasa hukum para pelapor dari Sukawinaya-88 Law Firm & Partners.

Dr.(c) Indra Triantoro, S.H., M.H., menilai Dandim tidak menanggapi substansi laporan para pemilik tanah ke Pomdam, melainkan lebih sibuk mengkritik teknis pemberitaan media.

“Materinya beda. Ia mengkritik media soal tidak cover both side, sementara pernyataannya sendiri dimuat di media yang narasumbernya hanya dia. Itu lebih seperti berpidato dengan toa daripada seorang pemimpin yang objektif,” ujar Indra, Sabtu (15/11/2025).

Indra menegaskan bahwa klien mereka telah memilih jalur hukum dengan melapor ke Pomdam, sehingga Dandim semestinya menghormati dan mengikuti proses hukum tersebut.

“Kalau mau lebih sadar hukum, datang saja ke Pomdam tanpa harus menunggu panggilan,” tambahnya.

Salah satu pelapor, Muhamad Hatta, menanggapi keras pernyataan Dandim yang menyebut laporan intimidasi itu tidak berdasar.

“Apa yang diucapkan Dandim itu bohong semua. Kami yang mengalami langsung. Kalau kami merasakan intimidasi, ya itulah faktanya,” ujarnya.

Menurut Hatta, tindakan oknum TNI tersebut dirasakan lebih memihak pada Santosa Kadiman dan Nikolaus Naput dibanding pada warga lokal yang tanahnya tumpang tindih oleh klaim 40 hektare yang telah diputus inkrah sebagai fiktif.

Pelapor lain, Mustarang, menilai pernyataan Dandim soal penutupan jalan oleh warga pada 26 Oktober tidak sesuai kenyataan.

“Jalan itu tidak ditutup. Kami membuat pagar di depan portal yang lebih dulu dibuat Santosa Kadiman. Tapi pagar kami disuruh bongkar, sementara portal Santosa dibiarkan. Itu yang terasa intimidatif,” kata Mustarang.

Ia menilai inkonsistensi perlakuan itu memperkuat dugaan bahwa Dandim membekingi pihak tertentu, sehingga mereka memilih melaporkannya ke Pomdam.

Seorang narasumber yang meminta identitasnya dirahasiakan mengaku pernah melihat Serka LMFP ikut melakukan pengukuran tanah di Labuan Bajo sambil membawa pistol. Menurutnya, tindakan itu tidak terkait tupoksi teritorial.

“Dandim bilang berani tindak anggota yang melanggar. Maka buktikan sekarang,” ujar narasumber tersebut.

Tokoh masyarakat adat sekaligus anggota tim kuasa hukum pelapor, Jon Kadis, S.H., menegaskan bahwa para petani hanya melaporkan apa yang mereka alami tanpa rekayasa apa pun.

“Mereka rakyat sederhana. Apa yang mereka alami itulah yang mereka laporkan. Membantah fakta yang mereka rasakan justru membuat mereka semakin militan, karena mereka hanya takut pada Tuhan,” ujarnya. (red)

News Feed