KESBANG.COM, JAKARTA – Akhir-akhir ini tanah air kita mulai marak dengan berbagai pemberitaan terkait suksesi kepemimpinan di daerah atau yang kita kenal dengan istilah pilkada serentak 2018. Dalam ulasan ini kita tidak membicarakan pelaksanaan pilkadanya tetapi lebih menekankan aspek nilai yang terkandung dalam proses demokrasi Pancasila.
Untuk itu tim redaksi mewawancarai Ketua Lembaga Kajian Nilai Menjadi Orang Indonesia, Bangun Sitohang, yang juga Fungsionaris Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila bidang Idiologi, Politik dan Pemerintahan.
Demokrasi harus kita lihat dari perilaku politiknya dalam konsistensi nilai demokrasi Pancasila, yang bagiannya terdapat nilai gotong royong dan musyawarah mufakat. Saat ditanyakan kaitan nilai tersebut, Bung Sitohang menjelaskan bahwa nilai gotong royong itu terbangun dari daerah Indonesia yang bhineka dan terbesar dalam konsep pertaniannya. Dulu katanya kan kalau bercocok tanam kita mulai pembibitan sampai musim panen hampir dipastikan semua masyarakat desa di sekitarnya ikut diajak (red: berpartisipasi ).
Artinya, lanjut Bung Sitohang, semua pekerjaan butuh kekuatan yang dibangun dalam kebersamaan. Ini juga yang membuat kita dalam Kebhinekaan Tunggal Ika senasib sepenanggungan. Hal demikian bagian dari konsep nilai gotong royong dalam hubungan sosial di masyarakat kita. Nilai gotong royong ini sudah terpatri dalam.jiwa leluhur kita.
Selanjutnya ditambahkan Sitohang bahwa gotong royong lebih mempertegas situasi pengambilan keputusannya yaitu melalui musyawarah mufakat. Dicontohkannya, hampir tidak pernah terjadi pada saat memanen ( red: analog musyawarah) keputusannya ditentukan langsung oleh penguasa desa atau pemilik lahan melainkan semua yang akan panen duduk bersama untuk sepakat sawah atau ladang siapa yang ditentukan lebih dahulu dikerjakan.
Kondisi perilaku sosial ini menjadi sikap anggota masyarakat kita sejak dahulu telah menjadi perilaku dalam menyelesaikan berbagai persoalan di masyarakat. Oleh karenanya, jika kita mau konsisten dengan perilaku politik dalam berdemokrasi dalam prinsip nilai Pancasila dan norma hukum sesuai UUD 1945 dan peraturan turunannya, yah kita harus menerapkannya dalam sikap politik saat ini.
Saat diminta tim redaksi menjelaskan lebih lanjut konkretnya dengan dinamika politik kekinian di tanah air, Bangun Sitohang yang namanya sempat disebut-sebut sebagai kandidat Wagub Sumut mendampingi Mantan Gubernur H. Syamsul Arifin ini mengatakan bahwa kemerdekaan Indonesia bukan perjuangan kelompok orang tetapi adalah semua elemen masyarakat (dulu para petani) yang berasal dari beragam status sosialnya, semua satu tekad Indonesia merdeka. Sehingga kalau sudah merdeka, jangan lagi kita ada yang mengklaim Indonesia hanya milik golongan tertentu. Pikiran “patriotisme buta” ini bahkan sudah kita kubur setelah kita sumpah pemuda, artinya kalau bicara masalah bangsa kedepankan kepentingan umum di atas kepentingan peribadi atau kelompok. Konkretnya kita harus peduli sesama anak bangsa, konsepnya harus “Kami” jangan dia atau kalian, ini yang membuat rapuhnya semangat persatuan Indonesia. Jangan lagi ada pengambilan keputusan atau ekspose sikap politik dalam format mayoritas dan minoritas melainkan untuk kepentingan bangsa.
Oleh Sitohang yang suka analog politik bahwa kalau kita mau merasakan denyut setiap WNI cukup kita umpamakan seperti kita merasakan asinnya air garam dari laut cukup 1 tetes saja tidak harus kita minum semua air laut, yang perlu kita rasakan asinnya bukan banyaknya, pun dalam berdemokrasi kita bukan banyak dan sedikitnya melainkan poin utama yang perlu jadi titik musyawarahnya yang titiknya pada kepentingan persatuan Indonesia. Di sinilah filosofis kebangsaan yang perlu kita fahami bersama.
Diakhir perbincangan, tim redaksi menanyakan pendapat Bangun Sitohang darimana dimulai konsep yang diuraikan di atas, dengan ringan disanpaikannya bahwa kalau dalam aspek berbangsa dan bernegara kita mulai dari partai politik karena kita menganut sistem perwakilan bukan politik individualisme.
Kan anda tau bahwa mau jadi calon Presiden dan calon Wapres diusulkan parpol pun juga mau jadi calon Gubernur dan Bupati, Walikota juga parpol. Mau jadi anggota legislatif juga parpol. Apalagi Undang-Undang dibahas oleh kalangan parpol di legislatif (dengan eksekutif). Semua anda lihat parpol punya peran besar. Ya, tentu merekalah yang memberi teladan bagaimana berpolitik demokratis berdasar Pancasila, utamanya implementasi nilai gotong-royong dan musyawarah mufakat yang saya lihat mulai diremehkan. Ingat seperti pernyataan saya terdahuli bahwa hilangnya jatidiri bangsa menentukan peradaan satu bangsa di masa depan. Karakter bangsa harus diajarkan bukan warisan; untuk itu saya selalu mengajak semua elemen masyarakat, mari belajar menjadi orang Indonesia. (Zul/Foto: Enhar).