KESBANG NEWS
Depok – Aksi moral menuntut pencabutan Perwal No. 97 Tahun 2021 tentang Tunjangan Perumahan DPRD Kota Depok kembali menorehkan sejarah. Gerakan Rakyat Depok Anti Pemborosan Anggaran (GARDA Depok), dipimpin langsung oleh Obor Panjaitan, Ketua Ikatan Pers Anti Rasuah (IPAR), memastikan aksi berlangsung damai, bermartabat, namun dengan ketegasan penuh untuk menjaga marwah perjuangan rakyat, dalam aksi ini diberikan tugas penting kepada Cahyo gelombang dengan posisi koordinator lapangan. Obor Panjaitan mengajak eleman rakjat Depok, ada praktisi hukum, perwakilan mahasiswa, NGO dan beberapa orang praktisi Pers juga tokoh masyarakat Depok.
*Tegas Menolak Perwakilan 5–7 Orang: Lindungi dari Transaksi Gelap*
Sejak awal, Obor Panjaitan mengawal ketat proses berjalannya aksi, termasuk saat, audiensi dengan utusan Pemkot Depok. Pihak Pemkot awalnya hanya mengizinkan 5–7 orang perwakilan peserta masuk, namun Obor Panjaitan menentang keras.
“Kami datang bersama, kami harus duduk bersama. Tidak boleh ada transaksi gelap di balik pintu. Semua harus transparan, tidak ada dusta di antara kita,” tegasnya.
Keputusan ini menyelamatkan marwah aksi. Akhirnya, seluruh peserta diperbolehkan masuk ke ruang pertemuan sehingga tidak ada celah bagi penyalahgunaan atau permainan terselubung peserta aksi tampak senang semangat karena dapat bersama-sama mendengar dan melihat jalannya proses yang ada.
🏛️ Tegas di Kantor DPRD: Pesan untuk Legislatif, Bukan Birokrasi
Selepas hujan deras mengguyur, massa bergerak ke Gedung DPRD Depok. Namun, di sana yang muncul hanya Sekwan dan pejabat struktural, bukan anggota DPRD. Lagi-lagi Obor bersikap tegas: dokumen aspirasi tidak diserahkan ke birokrasi, karena targetnya adalah legislatif.
“Pesan kami jelas: anggota DPRD harus berani berkata, kami tidak mau lagi menerima tunjangan perumahan ini. Itu yang kami sampaikan. Tapi kalau hanya Sekwan yang disuruh, itu menodai tujuan aksi,” ujarnya lantang.
Obor menilai langkah ini sekaligus membuka dugaan serius: Ketua DPRD Kota Depok justru menjadi aktor utama pelestarian tunjangan perumahan Rp 20 miliar per tahun. Mustahil, katanya, Ketua DPRD tidak mampu sekadar mengutus anggota atau komisi terkait untuk menerima aspirasi rakyat.
⚖️ DPRD Jadi Sasaran Berikutnya
Dengan selesainya pertemuan di Pemkot, Obor Panjaitan menegaskan fokus kini beralih ke DPRD sebagai institusi legislatif. “Pemerintah kota sudah menerima, tinggal menunggu 2–3 hari sikap konkretnya. Bila tidak ada pencabutan Perwal, maka DPRD – khususnya ketuanya – akan kami hadapi dengan aksi lanjutan yang lebih luas.”
Menurutnya, langkah berikut bukan hanya aksi moral, tapi juga bisa berupa pelaporan resmi, gugatan hukum, bahkan menggalang kekuatan mahasiswa Depok maupun jaringan nasional untuk menekan DPRD agar berpihak pada rakyat.
✊ Aksi Swadaya, Bukti Ketulusan
Aksi ini kembali menegaskan kesederhanaan dan kemandirian: semua kebutuhan aksi ditanggung secara swadaya. Tidak ada donatur, tidak ada sponsor, bahkan rapat-rapat persiapan dilakukan di rumah salah satu peserta, Pak Ruri di Depok 2, dengan hanya minum kopi sederhana. Spanduk dan karton pun dibuat sendiri oleh peserta.
Hal ini, menurut Obor, adalah garis tegas: aksi rakyat tidak boleh ditunggangi, tidak boleh ditukar dengan amplop, dan tidak boleh disusupi kepentingan politik.
Aksi moral ini bukan hanya sekadar turun jalan, melainkan pukulan telak terhadap budaya transaksi gelap, pemborosan anggaran, dan kompromi murahan di balik meja.
Pesan utamanya jelas:
Cabut Perwal 97/2021.
Kembalikan uang rakyat ke kas daerah.
Hentikan pemborosan APBD oleh DPRD Depok.
“Marwah aksi ini tetap terjaga. Tidak ada kompromi, tidak ada perwakilan, tidak ada amplop. Hanya rakyat Depok yang berdiri di garis depan menolak pemborosan,” tutup Obor Panjaitan.