Oknum TNI AD Dandim 1630 Mabar, Diduga Bekingi Terduga Mafia Tanah 40 Hektar Santosa Kadiman di Labuan Bajo

Hukum71 views

 

Labuan Bajo – Dugaan keterlibatan seorang oknum TNI-AD dalam konflik tanah di Bukit Kerangan (Bukit Torilema), Kelurahan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat kembali mencuat. Oknum anggota Dandim 1630 Labuan Bajo itu diduga mengintimidasi pemilik tanah dan memerintahkan pembongkaran pagar.

Sedangkan pagar pihak Santosa Kadiman dibiarkan oleh oknum tersebut. Diduga oknum ini sengaja membekingi klaim 40 hektar tanah fiktif milik Santosa Kadiman dan Nikolaus Naput tersebut.

Dugaan itu muncul dari laporan sejumlah warga ke Pomdam IX Udayana di Denpasar pada 4 November 2025, dengan Nomor STTL-05/A-05/X/2025/ldik. Para pelapor menyebut oknum TNI itu turun langsung ke lokasi tanah yang sedang disengketakan pada 26 Oktober 2025, dan menyuruh warga membongkar pagar yang baru dipasang.

Konflik tanah ini berawal dari klaim kepemilikan 40 hektar tanah oleh Santosa Kadiman dan Nikolaus Naput, berdasarkan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tahun 2014.

Namun, berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1/Pdt.G/2024/PN/Lbj tertanggal 8 Oktober 2025, klaim itu terbukti fiktif dan tidak memiliki alas hak.

Luasan 40 hektar tersebut bahkan hanya diukur melalui Google Maps oleh staf Santosa Kadiman dan sekretaris pribadi Hj.Ramang Ishaks putra alm.Ketua Fungsionaris Adat.

Walau klaim itu terbukti tidak sah, pihak Santosa Kadiman disebut tetap menduduki lahan tersebut. Padahal sejak April 2022 dikuasainya begitu saja, mendirikan basecamp, pos jaga, dan pagar, serta memasang spanduk bertuliskan “tanah ini milik ahli waris Niko Naput”.

Salah satu pemilik lahan, Muhamad Hatta, mengaku baru saja bersama seluruh pemilik lahan & ibu2 selesai melakukan pemagaran pada 26 Oktober 2025, ketika oknum TNI yang diduga Dandim 1630 datang dan memerintahkan pembongkaran pagar.

“Saat kami baru selesai pagar, menjelang malam, tiba-tiba muncul oknum TNI dari Kodim 1630 Manggarai Barat. Dengan nada intimidatif beliau menyuruh kami membongkar pagar yang baru kami buat. Kami menolak, karena kalau kami bongkar, seharusnya pagar Santosa Kadiman juga dibongkar. Tanah ini status quo, sedang sengketa,” ujar Hatta, Minggu (9/11/2025).

Hatta menambahkan bahwa pihaknya telah melaporkan tindakan itu ke Pomdam IX Udayana dan tembusannya dikirim ke Puspomad, Kasat TNI, Panglima TNI, serta Menteri Pertahanan di Jakarta.

Pemilik lain, Mustarang, menyebut sebelum kejadian itu suasana di lokasi masih kondusif setelah aparat kepolisian dari Polres Manggarai Barat menengahi kedua pihak.

“Sebelum TNI datang, situasi damai. Kami sudah bicara baik-baik dengan Kasat Intel Polres di lokasi. Tapi malamnya, Dandim datang dan menyuruh bongkar pagar. Kami merasa diintimidasi,” ucap Mustarang.

Sementara itu, Kusyani, salah satu pemilik lahan lainnya, menuturkan bahwa pondok yang dibangunnya di atas tanah miliknya juga dibongkar secara paksa beberapa bulan lalu sekitar Maret-April 2025.

“Oknum TNI itu datang bersama kelompoknya dengan motor trail TNI. Saya menduga kuat, mereka membekingi Santosa Kadiman dan ahli waris Niko Naput yang mengklaim tanah 40 hektar fiktif itu. Saya akan melapor juga Pomdam IX Udayana, ke Puspomad, Kasat TNI, Panglima TNI dan Menteri Pertahanan,” kata Kusyani.

Kuasa hukum warga, Indah Wahyuni, S.H., dari Sukawinaya-88 Law Firm & Partners, menjelaskan bahwa tindakan intimidatif terhadap kliennya tidak hanya terjadi pada 26 Oktober 2025, tetapi berlanjut pada 27 Oktober.

“Oknum TNI itu sempat mengajak Muhamad Hatta 27/10/25 agar ikut bersamanya membongkar pagar. Namun di tengah jalan, Hatta sadar sendirian tanpa teman-temannya, lalu turun dari mobil dan kembali ke rumah,” ungkap Indah.

Sore harinya, kata Indah Wahyuni, oknum tersebut diduga juga mendatangi rumah Zulkarnain Djuje di Kampung Ujung, Labuan Bajo, salah satu dari tujuh pemilik tanah di lahan 3,1 hektar yang disengketakan.

Menurut penuturan Zulkarnain, oknum tersebut tidak datang sendirian, melainkan bersama rekan TNI lainnya yang berseragam lengkap tunggu di luar rumah.

“Ia datang bersama rekan TNI berseragam. Intinya, menyarankan agar pagar yang kami pasang dipindahkan. Saya bilang, kami tidak bisa putuskan. Silakan hubungi pengacara kami, nomor mereka tertera di spanduk di lokasi,” ujar Zulkarnain.

Sementara itu, anggota tim kuasa hukum lain, Ni Made Widiastanti, S.H., menjelaskan bahwa perkara perdata di Mahkamah Agung sudah inkrah.

“Putusan Mahkamah Agung 8 Oktober 2025 sudah menegaskan klaim 40 hektar itu fiktif. Surat alas hak yang dipakai juga sudah dibatalkan oleh fungsionaris adat sejak 1998. Termasuk surat alas hak yang tertulis di spanduk mereka di pagar tanah sengketa. Kalau masih ada pihak yang menduduki lahan itu setelah putusan final, berarti melakukan perbuatan melawan hukum. Kalau ada oknum aparat yang ikut melindungi, POMDAM harus menyelidikinya,” tegasnya.

Widiastanti juga meminta agar Pomdam menelusuri dugaan aliran dana dari pihak Santosa Kadiman kepada oknum TNI yang bersangkutan.

“Kami tidak menuduh, tapi meminta agar diselidiki. Bila benar ada dana yang mengalir, itu bisa masuk kategori gratifikasi,” ujarnya.

Salah satu tokoh adat masyarakat di Labuan Bajo yang juga anggota tim hukum warga, Jon Kadis, S.H., turut menyayangkan dugaan keterlibatan aparat dalam konflik tersebut.

“Masyarakat Manggarai Barat menyambut baik kehadiran Kodim 1630 karena berharap TNI netral. Tapi kalau ada oknum yang justru terkesan membekingi pelaku pelanggaran hukum, itu merusak citra lembaga. Kami percaya TNI akan menindak tegas jika laporan ini terbukti,” kata Jon Kadis.

Hingga berita ini diturunkan, media ini belum memperoleh tanggapan dari pihak Kodim 1630 Labuan Bajo, Korem 161/Wira Sakti Kupang, maupun pihak Santosa Kadiman dan Nikolaus Naput. (red)

News Feed