OKP Cipayung Mengundurkan Diri, Kuorum Musda KNPI Versi Ryano Panjahitan di Papua Pegunungan Gugur*

Daerah36 views

 

Ketika para pimpinan OKP Cipayung yang merupakan kelompok pendiri KNPI menyatakan mengundurkan diri secara terbuka dari KNPI versi Ryano Panjaitan pada momentum RAPIMDA dan sebelum pelaksanaan MUSDA, maka status kuorum persidangan otomatis tidak terpenuhi. Dalam kondisi itu, penetapan saudara Kalvin Penggu secara aklamasi tidak memiliki dasar legalitas dan tidak sah menurut AD/ART KNPI.

*Kuorum yang Hilang dan Pelanggaran Terhadap AD/ART*

AD/ART KNPI, khususnya AD Pasal 14 serta ART Pasal 23–27, menegaskan bahwa keabsahan MUSDA ditentukan oleh kehadiran peserta penuh yang memiliki hak suara sah, yaitu:

1. DPD II KNPI definitif (bukan karateker), dan
2. OKP tingkat provinsi berstatus anggota penuh.

Forum MUSDA wajib memenuhi tiga kuorum:

■50% + 1 untuk membuka sidang,
■2/3 untuk mengesahkan tata tertib, dan
■3/4 untuk keputusan strategis termasuk penetapan ketua.

Ketentuan ini tidak terpenuhi setelah pihak-pihak yang memiliki hak suara sah, terutama kelompok Cipayung, menyatakan keluar dari proses organisasi.

*Status Karateker Tidak Memiliki Hak Suara*

Tujuh DPD II KNPI Papua Pegunungan hingga kini masih berstatus karateker. AD/ART (Pasal 12 dan Pasal 27) mengatur bahwa DPD II karateker:

■hanya berstatus peninjau,
■memiliki hak bicara,
■tidak memiliki hak suara,
■dan tidak dapat memilih maupun dipilih.

Karena itu, tujuh DPD II karateker tidak bisa dijadikan dasar penghitungan kuorum MUSDA. Mengandalkan suara karateker untuk menetapkan ketua adalah bentuk pelanggaran serius terhadap aturan organisasi.

*Pengunduran Diri OKP Cipayung dan Runtuhnya Legitimasi Forum*

Enam OKP besar kelompok Cipayung PMKRI, GMNI, GMKI, GAMKI, Pemuda Katolik, dan HMI telah menyatakan mengundurkan diri dari KNPI versi Ryano Panjaitan sebelum pelaksanaan MUSDA.

ART Pasal 27 ayat (2) menegaskan bahwa OKP-OKP ini adalah pemilik suara penuh yang menjadi penentu kuorum. Karena itu, kehadiran mereka sangat menentukan keabsahan forum.

Setelah mereka menarik diri:
■kuorum langsung gugur,
■hak suara tidak mencukupi untuk menetapkan ketua,
■sehingga penetapan Kalvin Penggu tidak memenuhi syarat legalitas organisasi.

Dengan demikian, keputusan aklamasi dalam MUSDA tersebut secara hukum organisasi adalah batal demi hukum.

*Kegagalan Steering Committee dan Manipulasi Forum*

Kesalahan berikutnya muncul dari Steering Committee (SC), yang justru meloloskan:

■ Rekomendasi dari DPD II karateker,
■peserta OKP yang sudah mengundurkan diri,
■ Dan Peserta OKP yang statusnya anggota biasa Peninjau
■ serta individu-individu yang tidak memiliki hak suara masuk didalam ruang sidang.

Padahal ART Pasal 25–27 mengatur bahwa SC wajib memverifikasi bahwa peserta MUSDA adalah pemegang suara sah serta menolak calon ketua yang tidak memenuhi syarat. Kegagalan SC ini menjadikan seluruh proses MUSDA cacat prosedural dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Pertanyaan sederhana kemudian muncul: Berapa banyak DPD II definitif dan OKP penuh yang benar-benar memberikan suara kepada Kalvin Penggu?
Jawabannya: Tidak ada yang memenuhi syarat legalitas.

Penetapan aklamasi itu hanya dibangun oleh individu-individu tanpa kewenangan, bahkan beberapa di antaranya berasal dari unsur keluarga dekat. Praktik ini mencoreng budaya organisasi KNPI dan merusak martabat pemuda Papua Pegunungan.

*Seruan kepada Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan*

Dengan mempertimbangkan cacat prosedural tersebut, kami dari OKP Cipayung merekomendasikan agar Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan melalui Dinas Pemuda dan Olahraga segera:

1. Membatalkan pencairan Dana Hibah Tahap II untuk pelantikan KNPI versi Ryano Panjaitan, dan
2. Menolak mengakui hasil MUSDA yang menetapkan Kalvin Penggu sebagai ketua.

Memaksakan pelantikan dalam kondisi pelanggaran aturan organisasi hanya akan melahirkan entitas kepemudaan yang tidak legitimate sebuah “anak haram organisasi” yang pada akhirnya merusak wibawa KNPI di mata pemuda Papua Pegunungan.

Organisasi kepemudaan hanya dapat dihormati apabila berdiri di atas legitimasi, integritas, dan penghormatan terhadap aturan. Ketika aturan dilanggar, pemuda memiliki tanggung jawab moral untuk bersuara.

News Feed