PEMIMPIN TAK BERIDEOLOGI HANYA AKAN MENIMBULKAN MASALAH.

Nasional6 views

 

Oleh: Saiful Huda Ems.

Jika kita mau jujur, nampaknya pertarungan ideologis antar partai politik di Indonesia ini, dari zaman semenjak Indonesia belum memproklamirkan kemerdekaannya hingga saat ini belumlah selesai.

Gerilya tarik menarik antar kekuatan ideologi partai politik, terasa dan terlihat sekali di balik pergerakan politik aktivis pergerakan di negeri ini, meskipun itu tidak terlalu nampak di pergerakan elite partai politik di Senayan.

Mungkin karena elite politik di Senayan lebih tertarik dengan pragmatisme politik, jadi hal-hal idealis dan ideologis yang seperti itu tidak menarik baginya.

Mungkin bagi mereka harusnya seperti itu sebaiknya; biarkan ideologi hanya menjadi ranah pembicaraan dan pertentangan kaum ideolog saja, bukan ranah kaum politisi, sebagaimana yang pernah dikehendaki oleh Jokowi, ketika ia bertemu Rike Diah Pitaloka di istana saat pertamakali Jokowi berkuasa.

Jokowi ketika itu mengatakan pada Rike:”jangan ribut melulu soal ideologi, kita hanya ingin kerja !”. Kira-kira seperti itu amarah Jokowi pada Rike.

Sayangnya kerja Jokowi bukanlah untuk berkhidmat atau mengabdi bagi kepentingan rakyat, atau bangsa dan negara, melainkan untuk kepentingan oligarki yang menjaga dan menghidupi kekuasaannya, serta keluarganya.

Akibatnya rakyat hidupnya semakin sengsara dan harga dirinya terinjak-injak oleh Mulyono Al-Kurapi ini. Maka jangan heran ketika Mulyono Al-Kurapi ini tak berkuasa lagi di istana, rakyat beramai-ramai mengejar dan mencemoohnya.

Kalau saja anaknya tidak berlindung di balik kuasanya lembaga kepresidenan, mungkin Mulyono Al-Kurapi ini akan diadili, bukan hanya di Indonesia melainkan juga di Mahkamah Internasional, Den Haag Belanda.

Kembali saya akan bahas soal ideologi partai politik. Bagi sebagian banyak orang yang tidak mengikuti perkembangan sejarah pergerakan politik di negeri ini, mungkin akan abai soal dinamika pertentangan ideologi yang melatar belakangi semua peristiwa kemelut politik di Indonesia ini.

Akibatnya yang terjadi, orang-orang kebanyakan hanya sibuk memperdebatkan figur-figur mana saja, yang harusnya pantas menjadi pemimpin di negeri ini. Padahal pemimpin tanpa ideologi hanya akan melahirkan malapetaka besar bagi negeri ini.

Mereka tidak memiliki prinsip dan visi yang jelas bagaimana negara dikelola. Yang penting untung, rusaknya negara tidak akan dihiraukannya. Mulyono Al-Kurapi adalah bukti kegagalan pemimpin yang bekerja tanpa ideologi seperti ini.

Partai Nasionalis dan Agama:

Entah mengapa Indonesia yang penduduknya mayoritas beragama (Islam), namun rakyatnya lebih memilih partai-partai nasionalis dan bukan partai-partai berazaskan agamanya.

Karenanya partai-partai politik seperti PDIP, Golkar dan Gerindra, lebih digemari rakyat daripada partai-partai seperti PKS apalagi PBB dll. Dan ini terjadi bahkan di daerah-daerah berbasis agama yang kuat seperti daerah-daerah di Jabar, Jateng dan Jatim.

PDIP misalnya, mereka yang lebih menempatkan diri sebagai partai tengah-kiri (center-left), dengan fokus pada keadilan sosial, kedaulatan rakyat, dan pemberdayaan wong cilik (rakyat kecil), lebih digandrungi orang daripada partai-partai kanan (berazas agama), apalagi partai gurem tidak jelas agamanya seperti Partai Gajah Kurap.

Ideologi utama dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) adalah Pancasila. PDI-P menegaskan dirinya sebagai partai yang berlandaskan pada:

1. Ideologi Pancasila (sebagai dasar negara dan dasar perjuangan partai).

PDI-P memegang teguh nilai-nilai Pancasila sebagai dasar perjuangan politiknya. Mereka menempatkan Pancasila bukan hanya sebagai simbol, tetapi sebagai ideologi operasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. Nasionalisme & Marhaenisme (ajaran Soekarno).

PDI-P juga secara eksplisit mengadopsi Marhaenisme, yang merupakan ajaran Bung Karno, sebagai bentuk perjuangan untuk membela kaum kecil atau rakyat biasa.

Marhaenisme adalah bentuk sosialisme khas Indonesia yang berorientasi pada keadilan sosial dan kedaulatan rakyat.

Prinsip-prinsip utama Marhaenisme dalam konteks PDI-P:

Anti-kolonialisme dan imperialisme.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kemandirian ekonomi nasional

Kekuatan rakyat sebagai sumber utama kekuasaan negara.

3. Sekuler dalam batas tertentu (tapi tetap religius secara kultural).

PDI-P bukan partai agama, tetapi menghormati nilai-nilai religius. Mereka berpijak pada pluralisme dan toleransi antar umat beragama.

Karenanya jangan heran, ketika PDIP melaksanakan acara-acara politiknya yang berskala nasional, PDIP selalu melaksanakan acara-acara ritual keagamaan, seperti sholat jamaah dll. yang diikuti oleh ratusan bahkan mungkin ribuan kadernya, padahal PDIP bukanlah partai politik berazaskan agama.

Mungkin karena inilah PDIP banyak digemari rakyat dan seringkali memenangkan Pemilu. Pada awalnya orang mengira itu berkat Jokowi effect, namun nyatanya jauh sebelum Mulyono Al-Kurapi muncul, di Pemilu 99 PDIP jadi juara Pemilu, dan setelah Mulyono Al-Kurapi berkhianat, PDIP pun tetap jadi juara di Pemilu 2024.

PDIP merupakan contoh partai polopor perjuangan ideologis yang tidak bisa ditawar-tawar. Ia hanya fokus pada perjuangan revolusi sistemik dan tidak tenggelam dalam gebyar kampanye figur-figur politisi seperti menantunya Jokowi, Selvi Ananda yang masih jauh dengan Pilpres saja sudah berkampanye untuk mengusung suaminya (Gibran Rakabuming Raka) menjadi Capres RI mendatang. Ini masih tahun 2025, 2029 masih jauh Selvi !.

Pantas saja ada teman dari kepengurusan PBNU yang diundang Presiden untuk datang ke istana, dan ia bersama teman-temannya baru mau duduk sudah ditanya oleh orangnya Pak Presiden Prabowo:

“Ada orangnya Jokowi tidak disini? Kalau ada keluar saja !”. Kata teman yang bercerita ke saya. Mulyono Al-Kurapi memang contoh pemimpin tak berideologi, hingga keberadaannya selalu membuat persoalan bangsa dan negara…(SHE).

23 September 2025.

Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Analis Politik.

News Feed