Perlindungan Jiwa Anak Tak Boleh Dihitung Persen: Suara Adat Nusantara Tantang Pemerintah

Foto: Raja Bangun Nasution, Istimewa

Jakarta, KESBANG NEWS— Dalam respons tegas terhadap pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai kasus keracunan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disebut hanya mencapai 0,0017 persen dari total penerima, Majelis Adat Indonesia (MAI) menegaskan bahwa satu nyawa rakyat Indonesia tak boleh direduksi menjadi sekadar angka persentase. Pernyataan ini, menurut MAI, mencerminkan ketidakpekaan terhadap nilai kemanusiaan yang menjadi pondasi bangsa.

Raja Bangun Nasution, salah satu deklarator MAI dan perwakilan tokoh adat dari Tapanuli Selatan, menilai pernyataan tersebut bertentangan dengan amanat UUD 1945, khususnya Pasal 28H ayat (1) yang menjamin hak atas perlindungan keselamatan jiwa.

“Satu orang anak Indonesia bukan sampah atau daun kering yang bisa dibuang begitu saja. Negara memiliki kewajiban mutlak untuk menjaga dan melindungi nyawa rakyatnya dari segala ancaman, termasuk keracunan akibat program yang dibiayai oleh uang rakyat,” tegas Raja Bangun Nasution.

Lebih lanjut, MAI menambahkan bahwa Presiden seharusnya menyampaikan peringatan keras kepada para pejabat pelaksana program MBG, guna memastikan tak ada satu pun anak yang mengalami keracunan serupa.

“Satu kasus keracunan saja sudah merupakan kegagalan besar, karena anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Bagaimana mungkin masa depan bangsa ini dibiarkan terancam hanya karena dianggap ‘kecil’ secara persentase?” lanjut Raja Bangun Nasution, sambil mengingatkan bahwa nilai-nilai adat Nusantara selalu menjunjung tinggi prinsip gotong royong dan perlindungan terhadap yang lemah.

MAI juga menyoroti urgensi reformasi sistemik dalam program MBG. Ukuran keberhasilan program pemerintah, menurut mereka, tak boleh hanya dilihat dari volume distribusi makanan semata seperti jumlah penerima atau anggaran yang digelontorkan melainkan dari jaminan mutlak atas keamanan, kesehatan, dan keselamatan setiap penerima.

“Program ini harus menjadi benteng perlindungan, bukan sumber bahaya. Kami mendesak pemerintah untuk segera melakukan audit independen terhadap rantai pasok makanan, melibatkan pakar gizi, lembaga adat, dan masyarakat sipil, agar tragedi serupa tak terulang,” tambah pernyataan resmi MAI.

Sebagai representasi suara adat dari berbagai daerah di Indonesia, MAI berkomitmen untuk terus mengawal isu ini. Mereka mengajak seluruh elemen bangsa mulai dari pemerintah, DPR, hingga masyarakat untuk bersatu melindungi anak-anak sebagai investasi masa depan.

“Dalam kearifan lokal, setiap nyawa adalah permata bangsa. Mari kita jaga agar tak ada yang tersia-sia,” tutup Raja Bangun Nasution.

Untuk diketahui bersama, Majelis Adat Indonesia adalah wadah nasional yang menyatukan tokoh-tokoh adat dari seluruh Indonesia untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, kearifan lokal, dan keadilan sosial.(Red)

 

Editor : Endi.S

 

News Feed