Teks Foto: tampak potret bersama saat di Jakarta, Sultan Syarief pertama’ dari kanan bersama para tokoh adat Nusantara, (istimewa )
Jakarta, KESBANG NEWS— Sri Paduka Yangmulia Tuan Janton Daulay Gelar Syeikh Baginda Sultan, QS, Sultan Syarif Padang Lawas, hari ini menyampaikan pernyataan resmi mengenai “Titah Otoritas Raja Nusantara Berdasarkan Ilahi Raja.” Pernyataan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang peran dan tanggung jawab Raja dalam konteks adat dan kebudayaan Nusantara.
Dalam pernyataannya, Sultan Syarif Padang Lawas menjelaskan bahwa dalam tradisi Nusantara, seorang Raja tidak hanya dipandang sebagai kepala pemerintahan adat, tetapi juga sebagai pemegang amanah ilahiah—yakni amanah moral dan spiritual yang diwariskan melalui garis leluhur. Konsep ini dikenal sebagai Ilahi Raja atau daulat dari Yang Maha Pencipta.
Otoritas Raja dalam Tradisi Nusantara
Sultan Syarif Padang Lawas menekankan bahwa otoritas seorang Raja Nusantara berakar pada tiga pilar utama:
1. Legitimasi Leluhur (Daulat Warisan): Raja dianggap memegang titah kepemimpinan karena berada dalam garis keturunan yang dijaga oleh leluhur. Legitimasi ini bukan sekadar garis darah, melainkan warisan nilai, petuah, dan tanggung jawab adat.
2. Penetapan Adat (Daulat Adat): Titah raja dijalankan berdasarkan norma adat, musyawarah para pemangku adat, petuah tetua, serta kesepakatan keraton atau mandala adat. Titah yang sah adalah yang “diterima adat” dan dijalankan dalam keseimbangan kepentingan masyarakat.
3. Amanah Ilahi (Daulat Ketuhanan): Konsep Ilahi Raja menggambarkan bahwa raja tidak memerintah atas kehendaknya sendiri, tetapi atas titah moral yang diyakini bersumber dari Yang Maha Kuasa. Dalam pemahaman ini, raja dipandang sebagai penjaga keseimbangan, pemelihara nilai luhur, pelindung rakyat adat, dan pengayom moral masyarakat. Otoritasnya bukan bersifat politik, melainkan spiritual dan kultural.
Titah Diraja sebagai Instrumen Otoritas
Sultan Syarif Padang Lawas juga menjelaskan bahwa titah diraja berfungsi sebagai:
– Arahan Etik dan Moral: Titah bukan perintah memaksa, tetapi petunjuk yang mengikat secara moral bagi seluruh lingkar adat.
– Penegasan Sikap Adat: Titah digunakan untuk menyatakan batas-batas adat, larangan penyalahgunaan adat, peneguhan nilai budaya, serta penyatuan langkah para pemangku adat.
– Penyatuan Mandala Adat: Titah raja sering menjadi dasar bagi pengangkatan tokoh adat, pembentukan lembaga adat, penguatan nilai budaya, dan penyelarasan visi adat se-Nusantara.
Keterkaitan Titah Raja dengan Konsep Ilahi Raja
Ketika sebuah titah disebut “berdasarkan Ilahi Raja”, maknanya adalah titah tersebut disampaikan setelah melalui pertimbangan adat dan tuntunan spiritual, bukan untuk kepentingan individu, tetapi untuk kebaikan masyarakat adat dan kelestarian nilai luhur. Titah tersebut menjadi pegangan moral bagi pemangku adat untuk menjaga keharmonisan, keadilan adat, dan martabat budaya.
Posisi Titah Raja dalam Kebudayaan dan Modernitas
Dalam era modern, titah raja Nusantara tidak menggantikan hukum negara atau bertentangan dengan konstitusi, tetapi tetap berlaku sebagai hukum kultural yang dihormati komunitas adat sebagai pedoman moral dan jati diri. Peran raja adat adalah menjaga nilai, bukan menjalankan kekuasaan politik.
Kesimpulan
Sultan Syarif Padang Lawas menyimpulkan bahwa titah otoritas Raja Nusantara berdasarkan Ilahi Raja adalah amanah leluhur yang dipandu tuntunan Ilahi, disahkan oleh adat, dan dijalankan demi kemaslahatan budaya, masyarakat adat, dan keutuhan nilai Nusantara. Ia merupakan otoritas moral dan spiritual, bukan kekuasaan politik, dan menjadi pilar penting dalam menjaga martabat adat serta jati diri bangsa.
Tentang Sri Paduka Yangmulia Tuan Janton Daulay Gelar Syeikh Baginda Sultan, QS
Sri Paduka Yangmulia Tuan Janton Daulay Gelar Syeikh Baginda Sultan, QS adalah Sultan Syarif Padang Lawas, seorang tokoh adat yang dihormati dan diakui atas kontribusinya dalam melestarikan nilai-nilai budaya Nusantara. Beliau aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya, serta menjadi panutan bagi masyarakat adat di wilayah Padang Lawas dan sekitarnya.








