Proyek Jaringan Gas Dumei Sei Mangkei: “ ADA YANG ANEH, KREDIT TIDAK LANCAR, TETAPI LOLOS IKUT TENDER ”

Ekonomi16 views

 

DUMAI – Proyek Mega Raksasa pembangunan jaringan gas Dumai-Sei Mangkei tidak lama lagi akan dimulai.
Meski agak molor, namun target pelaksanaan hampir pasti sesuai jadwal. Proyek yang akan
mengalirkan gas dari Wilayah Kerja Andaman (Aceh) ke Sumatera dan lalu ke Jawa akan memberikan
banyak manfaat bagi Masyarakat.

Kelak, tidak ada lagi bunyi tabung melon bergesekan. Atau ledakan tabung yang telah banyak
memakan korban. Karena jaringan gas akan menjadi pemasok kebutuhan rumah tangga. Sebaliknya
tabung gas seperti buah melon akan segera menghilang, diganti jargas.

Dampaknya harga gas akan lebih murah. Sebab dengan menggunakan tabung, selain rawan meledak, juga ongkos kirim sangat mahal. Akibatnya, meski sudah disuntik subsidi, harga gas tetap mahal.

Kini proyek yang berlisensi; Proyek Strategis Nasional (PSN), berada ditahap mencari siapa yang akan mengerjakan proyek senilai Rp 6,6 triliun. Anggaran yang terbilang fantastis ini tentu saja akan mencari
pelaksana terbaik melalui tender.

Dengan kata lain, proyek yang berada dibawah tanggungjawab
Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) tengah “memilah” dan membidik; siapakah
perusahaan yang pantas menang.

Proses memilih pelaksana proyek melalui tender terbuka dasarnya adalah undang-undang. Tidak bisa, dalam melaksanaan proyek dengan menggunakan uang negara, langsung ditunjuk.

Karena itu, peserta
yang ikut dalam tender ini harus melalui proses seleksi yang super ketat. Biasanya jika sudah menyangkut proyek sebesar ini, Aparat Penegak Hukum (APH). Termasuk Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Duet dua lembaga hukum independen ini terbilang efektif. Jika dalam tender ditemukan tindak
persekongkolan, maka KPPU akan turun tangan. Sementara jika ditemukan unsur korupsi dalam
tender, giliran KPK yang bergerak.

Biasanya di mana ada persekongkolan tender, disitu ada korupsinya. Dua lembaga ini tidak jarang bergerak bareng menangani kasus yang sama dengan isu yang berbeda.

Namun pertanyaanya, apakah tender proyek prestisius ini, berpotensi dicokok KPPU dan KPK?
Jawabnya sederhana; bisa iya. Bisa tidak. Tidak, jika apa yang menjadi larangan KPPU dan KPK
dihindari. Dalam isu korupsi, KPK jarang lolos, jika itu kena OTT (Operasi Tangkap Tangan).

Sementara,
concern (perhatian) KPPU, adalah soal “persekongkolan”.
Artinya, peserta tender menang karena melakukan “pemufakatan jahat” alias persekongkolan dalam
tender; baik sesama peserta atau peserta dengan penyelanggara.

Mengapa disebut jahat? Karena persekongkolan adalah cara menyingkirkan pesaing dengan cara curang dan tidak fair.

Tentu, kita berharap proyek “yang sangat bersejarah” ini tidak boleh dinodai dengan tindak persekongkolan dan korupsi. Jangan sampe proyek yang dibiayai oleh APBN ini lebih diingat kejahatannya ketimbang manfaatnya. Lalu, apakah mungkin Mega Proyek Dumai-Sei Mangkei
dilakukan secara bersekongkol? Mungkin iya, mungkin tidak. Mengapa? Karena dalam CISEM Tahap I,
tender dan pelaksaan proyeknya berjalan mulus. Tetapi di CISEM Tahap II, pemenangnya saat ini tengah disidang oleh KPPU. Artinya apa? Artinya KPPU telah menemukan dua alat bukti yang cukup adanya persekongkolan tender dalam proyek CISEM Tahap II. Sebab kasus yang dilaporkan oleh LSM Center for Energy Resources
Indonesia (CERI) ke KPPU ini terjadi sejak tahun 2024. Selama satu tahun penyidik KPPU mendalami,
menyelidiki dan akhirnya menemukan dua alat bukti terjadinya persekongkolan tender di Cisem Tahap II. Denda yang akan dijatuhkan KPPU jika terbukti dalam persidangan juga tidak sedikit. Bisa ratusan
milyar. Belum lagi jika KPK ikut menyelidiki kasus ini dari sisi potensi tindak korupsi, maka bisa kasus
ini akan menjadi catatan hitam bagi usaha peningkatan Good Corporate Governance (GCG) di tanah
air.

Belajar dari kasus ini, tentu kita berharap agar proyek Dumai-Sei Mangkei tidak mengulang prilaku
yang sama. Sayangnya, LSM CERI jauh-jauh hari mencium adanya aroma rekayasa syarat teknis yang
dinilai menguntungkan pihak tertentu.

Dugaan tersebut menyeruak setelah para peserta menemukan
sejumlah persyaratan tak lazim dalam dokumen kualifikasi bernomor
01.PQ/DJM/MIGAS2.KESDM/2025 tertanggal 29 Agustus 2025.

Mencermati kasus ini, Sekretaris CERI Hengki Seprihadi, mengutip Riau Pos, mengingatkan bahwa pengadaan barang dan jasa pemerintah seharusnya mengikuti prinsip transparansi, akuntabilitas, dan
fair competition sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.

“Jika ada syarat diskriminatif, itu bisa masuk kategori mal administrasi bahkan
berpotensi tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Dengan temuan ini, panitia tender Dumai-Sei Mangkei patut waspada. Sebab muncul juga isu, ada peserta tender yang divonis “terkena” Kolabilitas 3 (Kol-3) masih tetap lolos. Kolabilitas 3 adalah status kredit “kurang lancar” yang berarti perusahaan bersangkutan terlambat membayar pokok dan/bunga antara 3 s/d 6 bulan.

Tentu, ini bukan hal sepele. Sebab peserta yang “gugur” akan mempertanyakan; mengapa PT X
diloloskan, padahal kreditnya tidak lancar. Jika nanti menang dengan cara seperti ini, pasti akan banyak
aturan yang ditabrak. Sebab berdasar aturan perbankan, perusahaan yang terkena Kolab-3, pengajuan kreditnya otomatis ditolak dan dianggap “beresiko tinggi”. Meski pegang kekuasaan, saatnya untuk kepentingan rakyat tidak boleh “main-main”. (*)

News Feed