Cibinong, Cianjur (13 /04 /2023), Gedung Serbaguna PGRI Kandaga Winaya, berposisi sebagai narasumber penghujung sarasehan Penempatan dan Perlindungan PMI, Direktur Perlindungan dan Pemberdayaan Asia – Afrika BP2MI Brigjen. Pol. Suyanto, SIK, MSi cukup khatam seluk beluk tatakelola PMI menjelaskan bahwa saat ini ada kebijakan untuk PMI, yang resmi dengan pembuatan paspor gratis online. Nah, menurutnya desa mestinya bisa menjembatani hal ini.
Desa juga perlu membantu menyalurkan dalam bentuk pembinaan UMKM bagi suami /istri yang ditinggal menjadi PMI, agar secara ekonomi bisa terbantu kesejahteraan keluarga PMI. Termasuk bagaimana anak-anaknya bisa terurus pendidikannya. Intinya juga penting dikembangkan sesuai potensi lingkungannya.
Untuk menjadi PMI resmi lanjutnya, tentu mesti dipahami
mekanismenya. Pertama perijinan jika perempuan dari suami atau dari ortu jika belum menikah, jika laki-laki dari istri atau ortu jika belum menikah dan harus mengetahui Kepala Desa, sehingga terdata. Kemudian dari Desa data dilaporkan ke Kecamatan, terus Kabupaten dan Provinsi.
Untuk Timur Tengah sementara dalam kondisi moratorium sehingga menggunakan pola syarikah /agency berbadan hukum, penampungan di perusahaan.
Untuk bekerja secara resmi, dokumen yang mesti disiapkan diantaranya surat nikah (jika sudah menikah), surat ijin suami /istri atau ortu bagi yang belum menikah diketahui/rekomendasi Kepala Desa. Kualifikasi kompetensi dibuktikan surat keterangan. Dokumen kesehatan sesuai yang diisyaratkan, perjanjian kerja. Dokumen-dokumen mesti akurat, ada visa kerja.
Harus diakui, saat ini masih banyak pengaduan terkait masalah PMI yang diduga unprosedur.
Cianjur juara 3 untuk masalah pengaduan, ini kebanyakan dari pekerjaan yang unprosedural. Bahasanya selalu dengan istilah TPPO. Sebenarnya jika TPPO harus dengan bukti tindak pidana pemaksaan /kekerasan. Kalau ada ijin pihak keluarga tentu tidak bisa disebut demikian.
Jangan sampai juga ada pemutarbalikan fakta, tahu dari awal seperti apa kontraknya tetapi mengaku tidak tahu.
Kalau yang ilegal visanya turis /ziarah, terutama yang direkrut jaringan internasional biasanya tidak jelas, tahu-tahu ditempatkan di daerah konflik misalnya.
Karena itu penting komunikasi, dan saya berharap SPMI-PP mengambil peran dalam memikirkan pra penempatan sampai dengan paripurna, juga keluarganya agar bisa mengelola keuangannya.
Satu lagi, lanjutnya, jangan mau untuk dipekerjakan di Kamboja, Vietnam ataupun Myanmar sebab daerah konflik, rentan bermasalah.
Biasanya iming-iming gaji tinggi, bisa medis, sarana dan prasarana tiket dan lain-lain. Ini ciri-ciri yang akan dijadikan sasaran TPPO.
Pada sesi sebelumnya, Analis Tenaga Kerja BP3MI Jawa Barat, Atep Suryadi Hidayat menyampaikan pentingnya desa menjadi pusat informasi pekerjaan. Selain tentunya perijinan keberangkatan oleh pihak keluarga harus diketahui Desa. Dengan demikian, Desa mempunyai data akurat tentang warganya.
Saat ini, dijelaskannya, pekerjaan yang terbuka untuk Asia adalah pertama di Jepang, selanjutnya Korea Selatan. Penghasilan perbulan kisaran 25 sd 35 juta. Ini penting diketahui oleh Desa, sehingga peluang bagi warganya bisa terserap. Desa menjadi pusat informasi pekerjaan itulah yang kita harapkan.
Tugas pemerintah daerah adalah menyampaikan informasi peluang kerja ke masyarakat, lewat desa-desa juga tentunya. Untuk itu desa perlu pro aktif, karena untuk kepentingan warganya juga.
Selanjutnya, Plh. Ketua SPMI-PP Nursalim dalam paparannya menjelaskan bahwa yang terpenting adalah bagaimana desiminasi informasi bisa sampai ke desa, informasi menjadi pintu penting calon PMI terhindar dari penipuan. Apakah desa saat ini sudah menyediakan informasi kegiatan? Apakah desa menyediakan informasi tentang nama-nama perusahaan yang resmi yang terkait dengan pengiriman CPMI? UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia pasal 42 mengatur sejauh mana peran pemerintah desa menjadi pusat informasi.
Oleh karena itu, SPMI-PP akan terus berupaya menyampaikan informasi kesempatan kerja ke desa-desa sehingga keberadaan desa menjadi tempat informasi bisa dirasakan rakyat. SPMI-PP akan mendirikan posko informasi dan pengaduan di desa-desa.
Pemerintah desa adalah aktor utama, oleh karena itu SPMI-PP akan menjadi pendamping.
Pencegahan harus menjadi prioritas, kemudian desiminasi informasi adalah langkah-langkahnya.
Budaya juga harus diajarkan sebelum CPMI diberangkatkan.
Contohnya, di lingkungan senyum adalah ibadah, ustadz juga menyampaikan demikian. Tetapi hati-hati, di negara penempatan sembarang senyum bisa dianggap menggoda.
Perlindungan PMI ada 3, pertama perlindungan hukum mulai dari pra penempatan, penempatan sampai purna penempatan.
Yang ke 2 perlindungan sosial, ada perlindungan BPJS Tenaga Kerja, sama, mulai dari pra, penempatan dan pasca.
Yang ke 3 perlindungan ekonomi, ini yang harus dipikirkan berupa pemberdayaan PMI maupun keluarganya. Agar sekembalinya dari penempatan ia menjadi seorang yang mandiri. Sosial cost harus diminimalkan. Jangan sampai terjadi lagi misalnya istri menjadi PMI suami nikah lagi bahkan sampai istri 3.
Terkait sosial cost, SPMI-PP punya program keluarga terbina.
UU nmr 18 Tahun 2017 perlu diterjemahkan dalam peraturan daerah. Dan desiminasi informasi saat ini belum masuk di dalamnya.
Kegiatan diakhiri jelang pukul lima sore, hadir hampir 300 an peserta memenuhi ruangan, dari unsur pemerintahan desa dan kecamatan, siswa dan alumni SMA /SMK, PAC PP Cibinong, ormas pemuda lainnya serta LSM di lingkungan Kab. Cianjur.
(ibra/her)