JAKARTA — Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Restuardy Daud menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai dasar pembangunan berkelanjutan dan terintegrasi di seluruh Indonesia.
Hal tersebut disampaikan pada Rapat Diseminasi Keputusan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, beberapa waktu lalu. Kemendagri menyoroti berbagai aspek strategis dalam tata kelola ruang, mulai dari kebijakan, regulasi, hingga tantangan implementasi di lapangan.
“RTRW dan RDTR bukan sekadar dokumen teknis, melainkan fondasi hukum dan kebijakan yang menjadi dasar penerbitan perizinan berusaha serta pengendalian pemanfaatan ruang,” tegas Restuardy, dalam rilis yang diterima redaksi, Rabu (16/7).
Pada paparannya, Restuardy menjelaskan bahwa Kemendagri berperan dalam mengevaluasi Raperda RTRW Provinsi, melakukan konsultasi dalam rangka evaluasi Raperda RTRW Kabupaten/Kota serta memfasilitasi penyusunan RDTR di tingkat kabupaten/kota. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja, Kemendagri telah mengevaluasi 24 Raperda RTRW Provinsi dan melakukan konsultasi terhadap 184 Raperda RTRW Kabupaten/Kota hingga tahun 2025.
Meski begitu, berbagai hambatan masih ditemukan, seperti belum adanya kesepakatan batas daerah, keterbatasan anggaran daerah, serta belum tersedia peta dasar skala 1:5.000. Tak sedikit pula daerah yang belum membentuk Forum Penataan Ruang (FPR) sesuai ketentuan.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Kemendagri telah menerbitkan sejumlah regulasi dan Surat Edaran (SE), serta mengarahkan agar penyelesaian RTRW dan RDTR menjadi prioritas dalam penganggaran APBD. Kemendagri juga mendorong percepatan integrasi RDTR ke dalam sistem Online Single Submission (OSS) guna mempercepat layanan perizinan berusaha.
Pada forum tersebut, Restuardy turut menekankan bahwa DPRD memiliki peran penting dalam setiap tahap penyusunan dan penetapan Perda RTRW, mulai dari pembahasan substansi hingga persetujuan bersama.
“Melalui mekanisme evaluasi, kami memastikan bahwa kebijakan penataan ruang di daerah tidak bertentangan dengan kepentingan umum, menjamin keterpaduan rencana pembangunan, serta sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan arah kebijakan nasional,” tambahnya.
Komitmen ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021, serta berbagai regulasi teknis yang mengatur peran dan koordinasi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Kementerian Dalam Negeri menegaskan akan terus memperkuat pendampingan, fasilitasi, dan evaluasi demi memastikan seluruh daerah, termasuk Daerah Otonomi Baru (DOB), memiliki rencana tata ruang yang berkualitas, akuntabel, dan mampu menjawab tantangan pembangunan ke depan.