Wali Kota Yogyakarta, dr. Hasto, menerima audiensi Paguyuban Musisi Malioboro Yogyakarta (PMMY).

Budaya51 views

Yogyakarta — Wali Kota Yogyakarta, dr. Hasto, menerima audiensi Paguyuban Musisi Malioboro Yogyakarta (PMMY) pada Rabu, 17 November 2025 pukul 10.00 WIB di ruang kerja Wali Kota. Hadir dalam pertemuan tersebut Ketua PMMY Agus Kopakafia, Sekretaris Boyni Kristian, Wasek Roni Kristanto, Bendahara Muh Amiin, serta sekitar 10 anggota lainnya. PMMY turut didampingi tim LBH RAJAWALI MAS yang diwakili Abdul Rahman, S.H.

Dalam audiensi tersebut, PMMY menyampaikan lima poin tuntutan terkait aktivitas pengamen di kawasan Malioboro, yaitu:

1. Memperbolehkan pengamen kembali mengamen secara keliling di kawasan Malioboro.

2. Pendataan pengamen difokuskan pada mereka yang rutin tampil di Malioboro, minimal sejak tahun 2020–2025.

3. Pengamen diberikan payung hukum sebagai pekerja seni di kawasan Malioboro.

4. Tidak mendatangkan pengamen baru sebelum pendataan dan pembinaan selesai.

5. Hasil audiensi dikomunikasikan secara resmi kepada dinas terkait, serta menolak pendataan oleh Dinas Kebudayaan yang dianggap kurang transparan dan memunculkan nama-nama baru.

 

Wali Kota dr.Hasto Wardoyo,menyambut baik seluruh masukan dari PMMY. Ia menyayangkan pernyataan pejabat Dinas Kebudayaan sebelumnya yang menyebut “alat gitar sampah”, dan menegaskan bahwa hal tersebut tidak sepantasnya diucapkan. dr.Hasto panggil akrabnya,menegaskan komitmennya untuk tetap berpihak kepada wong cilik, sejalan dengan garis perjuangan partainya, PDI Perjuangan.Bahwa Walikota akan membuatkan payung hukum khusus pengamen malioboro,melalui Perwal kedepannya untuk melindungi hak – hak dan kewajiban pengamen dimalioboro.

Dalam audiensi itu, dr. Hasto juga menyampaikan bahwa pada tahun 2026, Pemkot Yogyakarta akan mengupayakan anggaran khusus bagi para pengamen melalui program kebudayaan kota. Anggaran ini diharapkan dapat menambah pendapatan para musisi jalanan serta memperkuat posisi mereka sebagai bagian dari ekosistem seni Kota Yogyakarta.

Terkait permintaan pengamen untuk tetap bisa tampil secara keliling, dr. Hasto menyatakan bahwa hal ini akan dipertimbangkan lebih lanjut. Ia menggambarkan proses komunikasi antara PMMY dan Pemkot sebagai “seperti orang pacaran”, yang harus saling menyesuaikan untuk mencapai kesepahaman.

Dari pihak pendamping, Abdul Rahman menyoroti masalah pendataan yang dinilai tidak terbuka. Menurutnya, dari 116 nama yang muncul dalam pendataan, tidak semuanya merupakan pengamen yang benar-benar rutin tampil di Malioboro. Ia menegaskan bahwa pendataan seharusnya memprioritaskan pengamen lama yang konsisten tampil sejak 2020 hingga 2025, termasuk pengamen tuna netra dan kelompok girli.

Sementara itu, Roni Kristanto meminta agar wilayah mengamen dibagi menjadi zona khusus. Menurutnya, dari kawasan Titik Nol hingga Hotel Garuda seharusnya hanya diisi sekitar 50 pengamen, sementara area Tugu hingga Jalan Mangkubumi dapat dibuat zona tersendiri. “Bukan berarti kami menolak titik-titik yang sudah disediakan, tetapi harus disesuaikan dengan kondisi di lapangan,” ujarnya.

Di sisi lain, Krisna Triwanto, Ketua Yayasan YPK Rajawali Mas dan advokat LBH RAJAWALI MAS, mengapresiasi sikap Wali Kota Hasto yang dinilai berpihak pada kaum kecil. Ia menegaskan bahwa profesi pengamen adalah pekerjaan ad hoc yang perlu dibina sebelum dikurasi. “Pembinaan harus diutamakan terlebih dahulu, tidak langsung dilakukan kurasi profesional,” ujarnya.

Audiensi ini menjadi langkah awal dalam upaya menata kembali keberadaan pengamen di Malioboro agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Yogyakarta sekaligus terlindungi secara hukum dan sosial.

repoter : nita

News Feed